MAKASSAR, RAKYATSULSEL - KPU Sulsel terus menggencarkan sosialisasi pemilu ke semua kalangan termasuk awak media. Tujuanya mengawal konstetasi pesta demokrasi 2024.
Ketua KPU Sulsel, Hasbullah merasa prihatinan atas menurunnya tingkat demokrasi di Indonesia. Hal itu disampaikan Hasbullah saat sambutan di kegiatan bertajuk 'Bincang Santai bersama Media Online, Cetak, dan Radio' di Red Corner Cafe, Jl Yusuf Daeng Ngawing, Kota Makassar, Kamis (14/12/2023) siang.
Hasbullah mengungkapkan beberapa hasil riset survei yang dirilis lembaga bahwa demokrasi itu dikatakan baik kalau masyarakat sipil kuat.
"Dia mengukur semua negara indeks demokrasi menurun termasuk Indonesia. Ada lima variabel yang diukur, pertama itu proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintahan, partispasi dan budaya politi, kebebasan politik," kata Hasbullah.
Kata Hasbullah, di Indonesia tingkat pluralisme poinnya 7,9 persen. Kemudian fungsi pemerintahan berada di angka 7,1 persen.
Hal itu karena budaya korupsi menjadi soal, sistem birokrasi yang masih bermasalah. Itu bisa kita konfirmasi kemampuan negara mengelola covid.
Kendati begitu, poin partisipasi politik, sudah dianggap rendah dengan 6,1 persen itu karena kelompok sipil tidak terlalu kuat.
"Budaya politik, hal yang sifatnya issue masih menggeliat menarik untuk konteks pemilu, sudah mulai ditinggal," lanjutnya.
Lalu variabel kebebasan sipil, 5.1 paling rendah di Asean. Untuk proses pemilu nilainya tinggi dan pluralisme. Meskipun ada yang mendesain fundamental.
Dia pun menyoroti tantangan partisipasi masyarakat dan mengajak seluruh elemen untuk bersama-sama mengatasi hal tersebut.
Dengan berkomitmen untuk terus mendorong kesadaran demokrasi serta memberikan edukasi politik guna mengembalikan semangat demokrasi yang kuat di tengah masyarakat.
Di samping itu, Hasbullah mengajak media agar tetap membersamai penyelenggara pemilu untuk menyukseskan Pemilu 2024.
"Karena apapun yang anda beritakan itu adalah wajah demokrasi kita. Apapun yang terjadi sifatnya bermasalah, sebisa mungkin beritanya berimbang," tandasnya.
Dari Indeks Demokrasi versi Economist Intelligence Unit (EIU), indeks demokrasi Indonesia masih tergolong cacat (flawed democracy).
Indeks demokrasi Indonesia, selama era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) cenderung meningkat, dari 6,41 (2006) menjadi 6,95 (2014).
Dalam pemerintahan Presiden Jokowi skornya berfluktuasi. Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi, angganya sempat mencapai 7,03 tahun 2015 dan data terakhir mencapai 6,71 tahun 2022.
Dihimpun dari Databoks, EIO rutin menilai kondisi demokrasi di 165 negara.Itu berdasarkan lima indikator besar, yaitu proses pemilu dan pluralisme politik.
"Juga tata kelola pemerintahan, tingkat partisipasi politik masyarakat, budaya politik, dan kebebasan sipil," tukasnya. (Suryadi/B)