Kapolda Sulsel Irjen Andi Rian Djajadi Dilantik, Fokus Pengamanan Pemilu dan Penegakan Hukum

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melantik Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Andi Rian R. Djajadi yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan (Kalsel), Kamis (14/12/2023).

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Komisaris Besar Komang Suartana mengatakan, pelantikan Kapolda Sulsel dilakukan serentak dengan pelantikan lima Kapolda lainnya. Mereka yang dilantik selain Andi Rian adalah Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, Kapolda Papua Barat Brigjen Johnny Eddizon Isir, Kapolda Kalimantan Selatan Irjen Winarto, Kapolda Kepulauan Riau Brigjen Yan Fitri Halimansyah.

Menurut Komang, Irjen Setyo Boedi Moempoeni Harso, yang menjabat Kapolda Sulsel sejak 30 Maret 2023 akan mendapat jabatan baru sebagai Analisis Kebijakan Utama Bidang Brigade Mobil Korbrimob Polri.

"Pergantian dilakukan kepada personel memasuki masa purna bakti. Lalu ada promosi, menambah pengalaman tugas tour of duty dan tour of area serta fokus persiapan pengamanan pemilu dan Operasi Lilin, pengamanan Nataru serta menjaga harkamtibmas," ujar dia.

Menyikapi pergantian pimpinan Polda Sulsel, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menelurkan sejumlah catatan untuk diatensi oleh pejabat baru. Salah satunya, yaitu mengenai pembenahan internal kepolisian. Dalam catatan LBH Makassar disebut setiap tahun kasus kekerasan yang melibatkan anggota Polda Sulsel dan jajarannya terus terjadi. Namun proses hukum pada perkara tersebut selalu mandek, bahkan dihentikan oleh penyidik.

Salah satu contoh kasus yang sampai hari ini belum ada kejelasannya yakni kasus Agung Pranata, yang pada tahun 2016 dia tewas setelah ditangkap polisi dari Polsek Ujung Pandang. Lalu kasus kakek Nuru Saali (78) di Kabupaten Bantaeng, Mei 2022 lalu, yang juga tewas dianiaya seorang anggota Brimob Polda Sulsel.

Wakil Direktur LBH Makassar Azis Dumpa menjelaskan, perkara Agung yang melibatkan 5 polisi sebagai tersangka dihentikan oleh penyidik. Sementara kasus kakek Nuru yang tersangkanya seorang anggota Brimob Polda Sulsel, proses kasusnya tidak jalan.

"Jadi ada beberapa catatan kami mengenai kasus yang melibatkan polisi namun penanganannya tidak jelas. Kasusnya Agung itu orang cari keadilan dan ujung-ujungnya tidak jelas, mandek dan berhenti. Ada lagi kasus penembakan warga daerah Barukang (Makassar) beberapa tahun lalu itu juga tidak ada hasilnya sampai saat ini," kata Azis saat dikonfirmasi, Kamis (14/12/2023).

Selain kasus yang melibatkan polisi kerap dihentikan, masalah lainnya adalah pada putusan. Dimana beberapa polisi yang terbukti melakukan pelanggaran kerap diberikan sanksi ringan.

Azis mengungkapkan, memang ada proses hukum yang dilakukan oleh tim Polda Sulsel, seperti kasus pelecehan seksual terhadap seorang tahanan perempuan yang dilakukan Briptu S secara berulang pada tahun 2023 ini. Hanya saja putusan yang diberikan pada Briptu S hanya berupa sanksi ringan yaitu sanksi demosi atau pemindahan tugas.

"Itu juga catatan kaki, ada yang memang diberikan sanksi tapi kan ringan, hanya demosi 7 tahun," sebut Azis.

Ia mengatakan, kasus tersebut belum sampai di pengadilan atas dugaan pidana kekerasan seksual. Bahkan, Briptu S hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka atas tindakan yang dia lakukan. LBH Makassar sendiri selaku pendamping korban dikatakan sudah melaporkan pidananya namun hingga saat ini tak kunjung ada kejelasannya.

"Jadi pada konteks ini kami lihat kasus-kasus pidana yang menjerat polisi ini seakan dibiarkan berlarut-larut, di delay, sampai kemudian tidak ada kepastian hukum dan tidak ada keadilan bagi korban," tutur Azis.

Rentetan kasus yang melibatkan polisi, menurut Azis, menjadi bukti nyata bahwa institusi Polri butuh reformasi secara menyeluruh. Sebab hingga kini Polri dinilai cenderung memberikan perlindungan kepada anggotanya yang terlibat tindak pidana.

"Bahkan tidak sungguh-sungguh melakukan perbaikan dan perubahan ke arah lebih baik," ucapnya.

Tak sampai di situ, catatan lain LBH Makassar yaitu polisi kerap mengkriminalisasi warga. Azis menyebut pihaknya mencatat ada 9 kasus kriminalisasi yang dilakukan anggota Polda Sulsel terhadap warga sipil yang menggunakan hak politiknya sebagai warga sipil.

"Ada 9 kasus hak sipil dan politik kita tangani atau kebebasan berekspresi yang berujung pada kriminalisasi. Kami melihat kepolisian merupakan aktor yang selama ini lakukan pelanggaran HAM secara langsung atau tidak kepada warga," ujarnya.

Dari 9 kasus kriminalisasi polisi itu, 3 kasus diantaranya yakni pembubaran paksa unjuk rasa mahasiswa di Makassar, kasus kriminalisasi warga yang menuntut dan demo perusahaan nikel di Sulsel.

"Kami menilai ada pola yang dilakukan pihak kepolisian, seperti warga di daerah Luwu melakukan perlawanan kepada perusahaan nikel, tapi faktanya ditangkap dan dikriminalisasi oleh polisi. Catatan kami itu ada 39 orang yang dikriminalisasi polisi," ungkapnya.

Dengan begitu, menurut pengacara LBH Makassar itu, pergantian Kapolda Sulsel ini hanya seperti gimik karena tidak berdampak pada progres penegakan hukum di Sulsel. Apalagi selama ini institusi kepolisian disebut hanya mengumbar reformasi Polri serta berkomitmen dalam penegakan hukum tapi faktanya tak dilakukan.

"Kalau memang mau berkomitmen dalam penegakan hukum silahkan tunjukkan itu, jangan sampai yang terjadi saat pergantian Kapolda hanya gimik untuk perlihatkan janji (penegakan hukum) tetapi di ujungnya saat diganti tidak dituntaskan," ujar dia. (Isak Pasa'buan/C)

  • Bagikan

Exit mobile version