JAKARTA, RAKYATSULSEL - Tim hukum mantan Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut adanya dugaan mafia hukum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Hal itu berkaitan dengan pengungkapan kasus suap yang ikut menyeret mantan Wakil Menkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau EOSH.
"Kami menduga ada pejabat Kemenkumham dan pihak-pihak lain yang diduga menjadi mafia hukum dalam kasus yang menyeret klien kami," kata kuasa hukum Helmut Hermawan, M Sholeh Amin, Jumat (15/12/2023).
Menurut Sholeh, keterlibatan oknum pejabat tersebut khususnya yang mempunyai kewenangan berkaitan dengan perubahan Profile Administrasi Hukum Umum yang tidak wajar terharap perusahaaan PT. Citra Lampia Mandiri (CLM) dan PT. Asia Pacific Mining Resources (APMR).
Akibat dugaan permainan mafia hukum tersebut, kata Sholeh, mengakibatkan Helmut Hermawan yang dulunya bertindak sebagai Direktur Utama PT. CLM dan Direktur di PT. APMR berganti ke pihak lain dengan cara mendilusi saham.
"Perlu kami sampaikan, bahwa klien kami, Helmut Hermawan tidak pernah meminta Wamenkumham EOSH untuk mengurusi profile AHU," imbuh Sholeh.
Sebaliknya, kata Sholeh, pihaknya menduga adanya pihak lain yang ingin menguasai dan mengambil PT CLM dan PT APMR dengan melibatkan para pejabat di Kementerian Hukum dan HAM, notaris, dan konsultan hukum jika dilihat dari sengketa perusahaan yang dihadapi PT. APMR dan PT Aserra dalam Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan Nomor 43006/I/ARB-BANI/2020 tanggal 24 Mei 2021 dan Berita Acara Eksekusi Penyerahan Saham Nomor 49/Eks.Arb/2021/Pn.Jkt Sel.
Sholeh menjelaskan, isi dari Putusan BANI Nomor 43006/I/ARB-BANI/2020 tersebut di antaranya berbunyi; Perjanjian PJBB dan PPS tetap terlaksana, di mana PT Assera harus melaksanakan kewajiban sisa pembayaran saham PT. APMR sebesar USD 21.500.000 dari total penjualan sebesar USD 23.500.000 yang baru di DP oleh pihak Assera sebesar USD 2.000.000;
Selanjutnya, pihak APMR harus memenuhi PPS dengan menerbitkan 50 persen saham baru kepada Assera, dan APMR memberikan satu orang Direktur, Komisaris dan Wakil kepala keuangan sampai dilaksanakaan PPJB.
Sholeh menjelaskan, setelah putusan BANI tersebut, terjadi permohonan eksekusi dengan diterbitkannya Berita Acara Eksekusi Saham No. 49/Eks.Arb/2021/Pn.Jkt Sel. yang menyita seluruh Saham APMR yang dimiliki Thomas Azali sebanyak 195 lembar saham dan Ruskin sebesar 5 lembar saham serta seluruh Aset kantor milik APMR oleh jurusita pengadilan.
"Sedangkan dalam putusan BANI No 43006/I/ARB-BANI/2020 tidak pernah menyatakan seluruh saham dan aset PT APMR diberikan kepada pihak Assera termasuk penggantian Direktur Utama PT CLM," beber Sholeh.
Sholeh memastikan, pihak Assera belum melunasi sisa pembayaran dari USD 23.500.000 dan baru hanya membayar USD 2.000.000, namun sudah bisa menguasai PT. APMR dan PT CLM.
Akibatnya, lanjut dia, terdapat kejanggalan dalam Berita Acara Eksekusi terhadap putusan BANI, sampai akhirnya terbit Akta Nomor 6 tanggal 24 Agustus 2022 dan Akta Nomor 6 tanggal 13 September 2022 yang dibuat oleh notaris OKW untuk PT APMR.
"Atas kedua akta tersebut pihak lawan dari Helmut Hermawan bisa menguasai PT. CLM dan mengganti seluruh pengurus dan perubahan pemegang saham," ujar Sholeh.
Sholeh meminta, KPK tidak hanya terhenti pada keterlibatan mantan Wamenkumham EOSH dalam kasus penyuapan dan gratifikasi tersebut. Dalam kasus ini, Helmut Hermawan juga turut diseret sebagai pemberi gratifikasi kepada EOSH.
"Kami meyakini bahwa ada mafia hukum yang bermain utamanya dalam pengurusan profil AUH dari perusahaan milik klien kami," tegas Sholeh. (*)