MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Sulawesi Selatan masih menemukan media melakukan dugaan pelanggaran kode etik sempajang satu tahun ini.
Komisioner KPID Sulsel, Riswansyah Muchsin menyatakan pelanggaran itu baik itu prinsip namun pihaknya pihaknya telah memberikan peringatan kepada lembaga penyiaran yang cukup banyak itu pada kualifikasi usia dan itu hampir merata.
“Tapi tahun ini (2023) mulai mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu (2022),” katanya saat melakukan ekspose monitoring dengan tema ‘hasil pengawasan isi siaran’ di Hotel Aerotel Smile Makassar, Jl Muchtar Lutfi, Rabu (20/12/2023).
Untuk konten yang tayang di media kata dia ada beberapa yang muncul dan itu tidak sesuai dengan perilaku penyiaran dan standar program penyiaran. “Dan itu sudah diperbaiki episode berikutnya,” ujarnya.
Akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Muliadi Mau mengatakan 10 tahun terakhir banyak meneliti konten TV Indonesia.. “Tapi akhir-akhir ini TV sebagai acuan masyarakat masih cukup bagus,” katanya.
Dirinya menyebutkan jika 80 persen penduduk Indonesia saat ini masih menonton TV, sementara yang mengalami penurun radio. “Akan tetapi radio memiliki segmen tersendiri, karena ada karakteristik yang tidak dimiliki media lain,” ujarnya.
Muliadi Mau melanjutkan hadirnya media baru khususnya digilitasi banyak konten-konten hoax dan ini menjadi tantangan. “Tantangan media digital bisa dimanipulasi dan membuka pelang besar rekayasa konten tersendiri. Munculnya hoax dan produksi hoax setiap hari cukup banyak,” bebernya.
Selain hoax kata Muliadi Mau masih ditemukan seluruh penyiaran TV di Indonesia masih ada 2 program dibawa standar sementara yang lain sudah diatasnya,
“Invotemen, sekarang nilai 2,2 sampai 2.8 poin dibawa angka baik. Meskipun sejelek-jeleknya infotainment tapi ada juga yang bagus-bagus, salah satunya bagaimana tayangan infotainment bisa menjadi penyemangat bagi ibu-ibu yang single paeren yang bisa membesarkan anak-anak mereka,” bebernya.
“Sinetron, masih seringnya ujaran kebencian, rans, logika tidak nyambung dan seterusnya,” jelasnya. (Fahrullah/B)