Bahkan di Sulawesi Selatan, dalam periode 2019-2024, DPRD dipimpin oleh legislator Perempuan. Ini merupakan torehan Sejarah yang pertama kalinya DPRD Sulsel dipimpin oleh seorang Perempuan.
"Tapi, meskipun demikian, tidak bisa juga dinafikkan jika peran-peran perempuan dalam dunia publik masih belum secara optimal dirasakan bagi masyarakat," terangnya.
Dia menyebutkan, publik masih sangat berharap, agar perempuan dalam panggung politik bisa memberikan pengaruh siginifikan dalam proses dan pengambilan Keputusan terkait kebijakan public yang lebih sensitive gender dan inklusif.
"Termasuk, bagaiman mereka juga mewarnai lingkungan politik yang lebih berintegritas tanpa korupsi," jelasnya.
Kaitan dengan melihat dinamikan pertarungan perebutan kursi di setiap lembaga. Dengam quota 30 persen, apakah menjamin hak perempaun? Dia menegaskan, seharusnya kebijakan quota 30 persen dapat menjamin hak Perempuan untuk mendapatkan akases dalam jabatan publik.
Tetapi faktanya, ternyata kebijakan ini tidak sepenuhnya dipatuhi oleh sebagian pihak yang memiliki kewenangan dalam penentuannya. Mereka belum sepenuhinya konsisten dalam menerapkannya.
Dia juga mempertanyakan, apakah pemegang kewenangan atas penentuan Perempuan dalam posisi tersebut paham akan makna dan substansi quata 30 persen atau tidak.
Dalam hal ini memang sanhat dibutuhkan iklim politik yang sensitf gender, untuk memastikan quota 30 persen tersebut terpenuhi.