Hari Ibu: 404 Caleg Perempuan Siap Rebut DPRD Sulsel

  • Bagikan
Dokumen Rakyat Sulsel

Menurutnya, pengalaman pada pemilu tahun 2019, bagaimana seorang caleg Perempuan memiliki suara terbanyak di partainya. Menurut daerah pemilihannya dan memenuhi syarat untuk dilantik yang terpilih untuk DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.

Kemudian malam sebelum pelantikan keluar surat pemberhentian dari partai, tanpa proses dan mekanisme partai. Dan kemudian digantikan oleh caleg laki-laki dengan nomor urut di bawahnya. 

Ini kan tentunya sangat merugikan bagi Perempuan dan menghambat jalan Perempuan untuk duduk dalam posisi strategis. Proses seperti ini tentunya dapat menjadi pengalam buruk bagi caleg tersebut untuk maju Kembali dalam kontestasi pemilu.

"Saya berharap hal seperti ini tidak terulang lagi, partai tidak hanya menjadikan Perempuan sebagai pengumpul suara," tutur Direktur Eksekutif Yayasan Swadaya Mitra Bangsa (YASMIB) Sulawesi itu.

Lebih lanjut, dia memberikan pandangan edukasi. Untuk pemilih Perempuan, partai wajib memberikan Pendidikan politik yang benar tanpa money politic. Dalam proses ini cara-cara yang berintegritas perlu dilakukan oleh partai dalam memperoleh dukungan suara dari Perempuan.

"Termasuk bagaimana partai membangun komunikasi kepada pemilih terkait keberpihakan mereka  terhadap isu-isu Perempuan," katanya ibu yang kini aktif dalam organisasi aktivis perempuan itu.

Sejatinya perempuan tidak harus mengurus rumah tangga, melayani suami, dan mendidik anak-anak. Akan tetapi masuk ke dunia politik, karena keterwakilan perempuan masih sangat minim dibawah laki-laki.

Persoalan ketidaksetaraan gender masih sangat tercermin jelas di dalam rendahnya perwakilan kaum perempuan di struktur lembaga perwakilan Indonesia saat ini.

Lantas bagaimana melihat peran perempuan di panggung politik tahun sebelumnya. Dan apa dilakukan agar bisa tampil di panggung politik tahun akan datang. Menanggapi hal ini, Rosniaty Azis menyebutkan, tidak bisa dipungkiri bahwa peran Perempuan di panggung politik selama ini, dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Bahkan di Sulawesi Selatan, dalam periode 2019-2024, DPRD dipimpin oleh legislator Perempuan. Ini merupakan torehan Sejarah yang pertama kalinya DPRD Sulsel dipimpin oleh seorang Perempuan.

"Tapi, meskipun demikian, tidak bisa juga dinaikkan jika peran-peran perempuan dalam dunia publik masih belum secara optimal dirasakan bagi masyarakat," terangnya.

Dia menyebutkan, publik masih sangat berharap, agar Perempuan dalam panggung politik bisa memberikan pengaruh signifikan dalam proses dan pengambilan Keputusan terkait kebijakan public yang lebih sensitif gender dan inklusif.

"Termasuk, bagaimana mereka juga mewarnai lingkungan politik yang lebih berintegritas tanpa korupsi," jelasnya.

Kaitan dengan melihat dinamika pertarungan perebutan kursi di setiap lembaga. Dengan kuota 30 persen, apakah menjamin hak perempuan? Dia mengatakan, seharusnya kebijakan kuota 30 persen dapat menjamin hak Perempuan untuk mendapatkan akses dalam jabatan publik. 

Tetapi faktanya, ternyata kebijakan ini tidak sepenuhnya dipatuhi oleh sebagian pihak yang memiliki kewenangan dalam penentuannya. Mereka belum sepenuhnya konsisten dalam menerapkannya.

Dia juga mempertanyakan, apakah pemegang kewenangan atas penentuan Perempuan dalam posisi tersebut paham akan makna dan substansi kuota 30 persen atau tidak.

  • Bagikan

Exit mobile version