MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Tidak ada yang menyangka fenomena Pemanasan Suhu Muka Laut (SML) atas kondisi normal terjadi di Indonesia termasuk Sulawesi Selatan, masyarakat menyebutnya El Nino.
Kondisi krisis iklim yang nyaris menghantam Sulsel tidak kurang tiga bulan lamanya ini berpengaruh juga pada kondisi kelistrikan. Kurangnya debit air mengharuskan pemadaman bergilir terjadi hampir di seluruh penjuru.
Beruntunglah masyarakat Morowali. Kehadiran PT Vale menjadi penyelamat, 3 unit Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) ada sejak dulu. PLTA Larona hadir sejak tahun 1979, PLTA Balambano hadir di tahun 1999 dan PLTA Karebbe hadir di tahun 2011 menjadi ujung tombak kelistrikan bagi masyarakat.
Dari tiga PLTA milik Vale, total 365 Megawatt energi dipasok ke pabrik pengolahan. Sisanya disalurkan ke masyarakat sekitar perusahaan sebanyak 10 Megawatt, listrik tersebut dikelolah langsung oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan tak mengalami gangguan meski Elnino tidak tebang pilih.
Kehadiran ke tiga PLTA ini konsisten menjadi pemasok tenaga listrik yang masing masing disuplai langsung dari danau Matano, Mahalona dan Towuti. Tujuan PT Vale jelas, menjadi perusahaan tambang yang mandiri dan memiliki dedikasi.
Kesadaran PT Vale akan pentingnya menjaga lingkungan termasuk antisipasi terhadap kondisi seperti El Nino ini nyatanya telah dibangun sejak dulu, kehadiran PLTA milik PT Vale menjadi bukti.
PT Vale membangun kemandirian dari hulu ke hilir mulai dari tenaga ramah lingkungan yang digunakan. Dengan mempertimbangkan kemaslahatan lingkungan, perusahaan yang dulunya bernama PT Inco ini telah lebih dulu
membangun tiga PLTA untuk mengoperasikan Tanur pelebur dan pengolahan biji nike, bukan mengandalkan tenaga dari tungku pembakaran batu bara.
Tidak hanya menghemat energi yang berasal dari pembakaran batu bara, ketiga PLTA Vale juga berfungsi menghalau banjir jika sewaktu-waktu air danau meluap di musim penghujan lewat kontrol terhadap pintu pintu air agar arusnya tetap normal.
Chief Executive Officer (CEO) PT Vale, Febriany Eddy mengungkapkan, selama 55 tahun PT Vale telah menorehkan beberapa capaian terkait operasi yang berkelanjutan.
Menurut Febriany, sejak awal beroperasi jauh sebelum kebijakan hilirisasi mineral, PT Vale telah menerapkan pertambangan terintegrasi.
"Perseroan tidak hanya menambang bijih nikel, tetapi juga melakukan pemrosesan di pabrik pengolahan. Kemudian, pada 1979, komitmen keberlanjutan untuk mewujudkan energi bersih telah terlihat dari pembangunan PLTA pertama, yakni PLTA Larona. Pengoperasian PLTA milik perseroan berlanjut pada 1999 dan 2011. Seluruh aset ini menelan investasi lebih dari 1 miliar dollar Amerika Serikat," ujarnya.
Tidak berhenti pada pemanfaatan danau untuk PLTA, nyatanya PT Vale melakukan kontrol terhadap kualitas air danau utamanya di danau Matano yang sangat dekat dengan lokasi penambangan. Tak heran meski terjadi El Nino tiga bulan terkahir, debit air hanya berkurang namun tak mempengaruhi kualitas dan kemampuan suplai tenaga listrik yang dihasilkan. Hasilnya Morowali tetap terang benderang ditengah pemadaman bergilir dibeberapa wilayah.
Menurut Febriany, mempertahankan kejernihan air danau Matano termasuk konservasi keanekaragaman hayati di Sorowako, daerah yang dilintasi garis Wallacea sejak 2015 merupakan capaian yang tak kalah penting.
"PT Vale memulai proyek manajemen air limpasan senilai USD6,2 juta. Proyek ini membangun lebih dari 100 kolam pengendapan, pangkalangkai waste water treatment, dan fasilitas penjernihan air Lamella Gravity Settler (LGS)," jelasnya.
Agar terasa manfaatnya di masyarakat, PT Vale bersama Pemerintah Kabupaten Luwu Timur mengembangkan skema kemitraan dalam mendukung Pembangunan di daerah melalui program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat (PPM) yang berkontribusi pada pencapaian target pembangunan berkelanjutan Desa (SDGs Desa) di 38 Desa yang tersebar di 4 (empat) Kecamatan wilayah operasional Perusahaan.
"Program PPM PT Vale juga lebih banyak diarahkan mendorong kemandirian masyarakat pasca tambang. Diantaranya mengembangkan komoditi unggulan daerah baik barang dan jasa berbasis potensi lokal yang diharapkan menjadi sektor penggerak ekonomi (prime mover) non-tambang di masa yang akan datang," jelas CEO perempuan Pertama PT Vale ini.
Berbagai upaya tersebut di atas telah di jalankan PT Vale sejak 55 tahun hadir di Sulawesi Selatan. Bagi PT Vale, bukan mustahil memegang teguh Motto Pertambangan keberlanjutan, sebab hingga saat ini Vale tak pernah main main mengupayakan energi baru terbarukan (EBT).
"Saat ini ada beberapa studi kelayakan yang sementara berjalan diantaranya studi tentang pemanfaatan tenaga surya, tenaga air, pemanfaatan kendaraan listrik sperti mobil, truk, bus dan Saat ini sudah ada satu truk listrik jenis CXMG berkapasitas 70 ton untuk operasional departemen energi," ujarnya.
Di 2024, PT VAle menargetkan tiga proyek masa depan berbasis EBT, "Terdapat tiga proyek masa depan PT Vale di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan dengan nilai investasi US$8,6 miliar untuk ketiga proyek tersebut dan akan menggunakan sumber-sumber energi berbasis EBT, termasuk mengoptimalkan gas alam," ungkap Febriany.
Melalui inisiatif ini, PT Vale berkomitmen untuk dapat mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 pada seluruh area operasionalnya. Tujuan akhirnya PT Vale harus menjadi perusahaan rendah karbon di dunia. (*)
Oleh: HIKMAH
Reporter Harian Rakyat Sulsel