Penegakan hukum sangatlah penting dijalankan oleh pemerintah untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah hukum yang terjadi di masyarakat mulai dari kasus kejahatan seperti, pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, penipuan sampai kepada perbuatan tindak pidana korupsi.
Bahkan, kasus perdata pun harus dilakukan melalui putusan hakim yang adil. Namun, seringkali proses penegakan hukum yang dijalankan atau dilakukan oleh aparat penegak hukum dilabeli dengan prasangka atau dugaan bahwa proses yang dijalankan atau dilakukan oleh aparat penegak hukum seperti, polisi, jaksa maupun oleh KPK dianggap tebang pilih. Dalam arti, proses penegakan hukum yang dijalankan atau dilakukan itu dianggap diskriminatip dengan slogan tajam kebawah dan tumpul ke atas.
Apalagi kalau proses penegakan hukum yang dijalankan atau dilakukan dikaitkan dengan persoalan politik, maka tak pelak lagi proses penegakan hukum itu pasti disebut dengan politisasi penegakan hukum. Dengan kata lain, proses penegakan hukum yang dijalankan oleh aparat penegak hukum terkait dengan proses politik yang sedang berlangsung apakah itu terkait dengan pencalonan kepala daerah, pemilihan presiden maupun kepala desa tidak terlepas dari nuansa politisasi penegakan hukum.
Dengan melihat berbagai fakta dan kasus yang terjadi anggapan itu ada benarnya, namun tidak semua proses penegakan hukum yang dijalankan atau dilakukan oleh aparat penegak hukum masuk dalam kategori politisasi penegakan hukum. Apatah lagi kalau fakta atau peristiwa hukum yang terjadi secara terang benderang bisa dijelaskan dengan baik oleh aparat penegak hukum.
Politisasi penegakan hukum yang seringkali dilontarkan oleh para pengamat maupun orang awam dalam melihat proses penegakan hukum yang dijalankan atau dilakukan oleh aparat penegak hukum tentu tidak bisa dipersalahkan sepenuhnya, oleh karena seringkali tidak mendapatkan penjelasan yang utuh dan komprehensip dari aparat penegak hukum terhadap suatu proses penegakan hukum yang dijalankan atau dilakukan.
Seringkali informasi yang didapatkan hanya sebagian saja, sehingga menimbulkan adanya kecurigaan bahwa aparat penegak hukum telah melakukan politisasi terhadap kasus yang sedang ditanganinya.
Untuk menentukan suatu kasus hukum terpenuhi unsurnya dalam suatu tindak pidana selalu dinyatakan oleh aparat penegak hukum bahwa harus memenuhi dua alat bukti yang cukup yakni, alat bukti keterangan dan bukti saksi. Dengan terpenuhinya kedua alat bukti tersebut maka seseorang yang telah diperiksa dan telah memenuhi alat bukti yang disangkakan, maka yang bersangkutan sudah dapat ditetapkan sebagai seorang tersangka dalam suatu kasus tindak pidana.
Tentu kita berharap bahwa proses yang dijalankan atau dilakukan oleh aparat penegak hukum melalui proses penyelidikan untuk menemukan alat bukti yang cukup tersebut dan sampai kepada penyidikan guna menetapkan seseorang menjadi tersangka haruslah dilakukan sesuai dengan tatacara yang telah diatur dalam hukum acara pidana. Sebab, bilamana tidak sesuai dengan tatacara tersebut maka seseorang yang dinyatakan tersangka dapat melakukan proses pra peradilan ke pengadilan bahwa sangkaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum adalah tidak benar adanya.
Politisasi penegakan hukum seringkali pula diterjemahkan adanya intervensi terhadap suatu kasus hukum yang dihadapi oleh seseorang dalam proses penegakan hukum yang dijalankan atau dilakukan oleh aparat penegak hukum. Adanya tekanan dari berbagai pihak terhadap sebuah kasus hukum yang dihadapi oleh seseorang menjadi pertanda bahwa kasus tersebut sedang dipolitisasi.
Oleh karena itu, perlunya kita melihat secara jernih setiap proses penegakan hukum yang dijalankan atau dilakukan oleh aparat penegak hukum haruslah dilihat apa adanya dan bukan ada apanya. Dalam arti, proses penegakan hukum itu sesuai dengan syarat dan tatacara sebagaimana telah diatur dalam hukum acara pidana.
Keterburkaan aparat penegak hukum dalam melakukan proses penegakan hukum sangatlah penting dan menentukan untuk melihat apakah proses penegakan hukum yang dijalankan atau dilakukan itu sedang di politisasi ataukah memang sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang menjadi dasar penegakan hukum tersebut. (*)
OLEH: Aminuddin Ilmar
Pakar Hukum Unhas