MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kejujuran peserta Pemilu 2024 di Sulawesi Selatan-dalam hal ini partai politik dan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD), mulai diuji ke publik. Salah satunya, menyangkut laporan awal dana kampanye (LADK) yang telah disetor ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Alih-alih menerima begitu saja LADK tersebut, justru memicu keraguan dari publik. Jumlah dana kampanye yang dilaporkan sangat minim bahkan ada yang nol rupiah, berbanding terbalik dengan masifnya pemasangan alat peraga dari partai dan calon anggota DPD tersebut.
Partai politik dan calon anggota DPD telah menyerahkan LADK ke KPU Sulawesi Selatan, akhir pekan lalu. Partai Demokrat menjadi partai yang melaporkan penerimaan dana paling banyak dan Partai Bulan Bintang paling sedikit.
Adapun 18 calon anggota DPD yang memiliki dana awal kampanye terbanyak adalah Abd Waris Halid dan Harmansyah melaporkan nol rupiah ikhwal dana kampanye- selengkapnya lihat grafis LADK calon anggota DPD Sulsel.
Minimnya nilai laporan dana awal kampanye tersebut memicu sejumlah keraguan mengenai jujur tidaknya peserta pemilu memberikan laporan ke KPU. Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Tasrifin Tahara menyatakan seluruh peserta kampanye seharusnya mengedepankan kejujuran dalam memberikan laporan dana, khususnya calon anggota DPD.
"Tetapi kemungkinan untuk calon anggota DPD tidak memiliki tim khusus berupa auditor keuangan yang digunakan untuk berkampanye," ujar Tasrifin, Rabu (10/1/2024).
Dia mengatakan, apalagi, selama ini anggota DPD dianggap sebagai perorangan yang tidak memiliki lembaga untuk menjadi senator di Senayan. Menurut dia, pola ini yang terbentuk karena selama ini kerja-kerja secara personal dan mungkin benar-benar tidak mendapat dukungan finansial berupa sumbangan dari lembaga atau orang-orang tertentu.
"Harapan saya sebenarnya apapun bentuknya semestinya calon anggota DPD profesional dan mandiri yang dimulai dari melaporkan dana kampanye," imbuh dia.
Dia menilai, model pengelolaan dana kampanye menjadi salah satu indikator bagi calon pemilih untuk menentukan pilihan kepada calon anggota DPD.
"Ke depan ketika terpilih pola mandiri yang profesional itu akan menjadi dasar dalam kinerja sebagai anggota senator," ucap Tasrifin.
Pengamat hukum dari Universitas Hasanuddin, Profesor Aminuddin Ilmar mengatakan, partai politik memiliki kewajiban untuk melaporkan LADK kepada pihak penyelenggara dalam hal ini KPU. Menurut dia, laporan tersebut memuat catatan seluruh penerimaan dan pengeluaran atau pengeluaran berupa uang, barang atau jasa yang digunakan digunakan partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) untuk membiayai kegiatan kampanye.
"Harus dilaporkan, partai politik itu punya ketentuan untuk melaporkan berapa dana kampanye yang disiapkan baik, misalkan, untuk pemilihan presiden maupun untuk Pileg. Karena dari situ nanti dicatat oleh KPU, dan di situ juga nanti dilihat akhir pelaksanaan masa kampanye akan ada proses audit," kata Ilmar.
"Dari proses audit itu akan bisa ketahuan apakah penggunaan dana kampanye sudah sesuai dengan ketentuan atau tidak," sambung dia.
Ilmar mengatakan, jika LADK terdapat masalah maka secara hukum tidak termasuk dalam indikasi korupsi mengingat dana tersebut bersumber dari internal partai politik itu sendiri. Laporan LDAK kepada penyelenggara telah diatur dalam Pasal 46 PKPU Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye. Jika partai politik tidak mematuhi aturan tersebut maka bisa dijatuhi sanksi diskualifikasi.
"Kalau ini ada masalah tidak masuk dalam indikasi korupsi karena dana kampanye itu sudah ada aturannya dan harus dijalankan sesuai dengan aturan itu," sebut dia.
Dia menyatakan, penyelenggara juga dalam hal ini perlu tegas untuk memastikan nilai riil dana kampanye tiap partai politik. Sebab jika tak tegas akan ada potensi ketidakadilan atau ketidakseriusan dalam pelaporan yang menunjukkan bahwa partai politik itu tidak tertib dan berpotensi dana kampanyenya menjadi tidak terbatas atau membengkak.
"Publik sebenarnya berharap ketentuan itu lebih tegas bahwa kalau ada partai politik dari sisi penggunaan dana kampanye atau pelaporan dana kampanye tidak disiplin minimal ada sanksinya, tapi itu kan tidak disebutkan secara tegas dan jelas dalam aturan," imbuh dia.
Sisi lain, kata dia, keterbukaan informasi mengenai laporan dana kampanye secara lebih detail juga disebut penting disampaikan pada publik. Informasi itu bukan hanya memuat jumlah penerimaan dan pengeluaran, melainkan juga sumber pendanaan dan sumbangan dari pihak ketiga, termasuk identitasnya. Hal ini perlu untuk melihat penyumbang memberikan sumbangan sesuai batas maksimal atau tidak.
"Ketentuannya ada, tapi sanksi itu yang menurut saya (kurang), misalnya kalau tidak memenuhi apa yang jadi ketentuan, misalnya ada pelampauan batas sumbangan perorangan, sumbangan badan hukum atau badan usaha. Nah itulah yang kemudian apa bentuk sanksinya apakah hanya bentuk peringatan atau apa, itu tidak begitu jelas diatur," ujar Ilmar.
Adapun pengamat demokrasi di Makassar Nurmal Idrus mengatakan, KPU harus pro aktif dalam meneliti LDK peserta pemilu. Dia berharap, penyelenggara pemilku tidak hanya sekadar menerima laporan begitu saja.
"KPU bisa bekerja sama dengan Bawaslu untuk tindak lanjutnya. Komunikasi dua lembaga ini menjadi kunci pada penegakan hukum di pemilu," imbuh Nurmal.
Ketua Partai Demokrat Sulsel, Ni’matullah mengatakan jumlah dana kampanye Demokrat Sulsel yang besar adalah hal yang wajar.
"Sebab LADK yang disampaikan kepada KPU adalah hasil akumulasi dari dana kampanye setiap calon anggota legislatif Demokrat untuk DPRD Provinsi," ujar dia.
Wakil Ketua DPRD Sulsel itu mengatakan, LADK partai itu merupakan akumulasi pengeluaran awal untuk kampanyenya para caleg DPRD Provinsi di Sulsel, ditambah pengeluaran kampanye partai.
"Kalau dilihat dan diamati baliho, spanduk, dan alat peraga kampanye lainnya caleg-caleg provinsi dari Demokrat, maka jumlah dana itu cukup patut dan riil," ucap dia.
Menurut Ni'matullah, angka yang besar tersebut sudah cukup patut. Salah satu indikatornya adalah dengan melihat APK yang disebar oleh para caleg Demokrat.
"Ada 85 orang caleg DPRD provinsi dari Demokrat. Semua pengeluaran awal mereka itu yang dijumlahkan dan dilaporkan," beber dia.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Demokrat Sulsel, Januar Jaury mengatakan bahwa saldo dana kampanye Demokrat Sulsel yang besar menjadi pertanda bahwa pergerakan kampanye partai dan caleg sangat masif demi memenangkan Pemilu 2024 di Sulsel. Menurut dia, hal ini menandakan aktivitas kampanye sebagaimana kriteria yang menjadi panduan kampanye peraturan perundangan sedang berjalan.
Ketua Komisi C DPRD Provinsi Sulsel itu membeberkan bahwa sumber dana kampanye Partai Demokrat Sulsel merupakan hasil kolektif dari laporan dana kampanye para caleg yang akan berebut kursi di DPRD Provinsi.
"Jadi, ini sumber dana merupakan konfigurasi dari laporan kampanye yang dilaksanakan oleh seluruh caleg," imbuh Januar.
Ketua Bidang Kehormatan PDIP Sulsel Andi Ansyari Mangkona mengatakan bahwa biaya penerimaan dan pengeluaran parpol yang masuk di LADK merupakan sumbangsih dari kader. Dalam LADK di KPU Sulsel, urutan PDIP melaporkan nominal saldo awal Rp1.000.000, penerimaan Rp2.426.221.250, pengeluaran Rp2.426.221.250 dan sisa saldo Rp0.
"Jadi, ini bagian dari sumbangsi kader partai yang melaporkan sesuai dengan apa yang ada," singkat Ansyari.
Adapun, Ketua PBB Sulsel Badaruddin Puang Sabang mengatakan bahwa sosialisasi aplikasi Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (SIKADEKA) yang terlambat. "Ini mengakibatkan beberapa caleg PBB belum melakukan pengisian formulir LADK," ujar dia.
PBB memiliki dana kampanye paling sedikit yakni penerimaan Rp6.200.000 dan pengeluaran sebanyak Rp5.700.000. Badaruddin menjelaskan bahwa sebenarnya para caleg PBB di awal masa kampanye sudah bergerak masif di Sulsel. Namun, karena sosialisasi terkait penggunaan aplikasi SIKADEKA yang terlambat, membuat dana kampanye caleg tidak terinci sepenuhnya pada LADK.
"Yang sudah dilaporkan, itulah dana yang mereka keluarkan. Pengeluaran-pengeluaran yang lebih awal dikeluarkan tidak masuk dalam laporan. Yang dilaporkan pada saat memulai penyusunan LADK itu," imbuh Badaruddin.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa nominal dana kampanye yang dirilis oleh KPU Sulsel sudah sesuai dengan kegiatan kampanye PBB di lapangan. Dana kampanye itu harus dilaporkan berdasarkan pencocokkan dengan kegiatan di lapangan. Meskipun pada LADK menunjukkan bahwa PBB memiliki dana kampanye paling sedikit.
"Tentu PBB tetap masif bergerak untuk melakukan kampanye di Sulsel," ujar dia.
Diketahui, Penyampaian Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah ditutup pada tanggal 7 Januari 2024 pukul 23.59 WITA. Setelah menerima LADK Partai Politik (Parpol) dan calon DPD RI, KPU Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) merilis data nominal pemasukan, pengeluaran serta saldo dana kampanye setiap peserta pemilu.
Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Sulsel, Ahmad Adiwijaya, memaparkan bahwasanya KPU Sulsel telah menerima LADK dari seluruh Parpol dan calon anggota senator DPD RI.
"Dari 18 partai politik itu mereka telah menyampaikan semua laporan awal dana kampanyenya dengan rincian 14 yang diterima 4 yang dikembalikan untuk diperbaiki," paparnya.
Parpol tersebut, kata Adi, adalah PKS, PKN, Perindo, dan Partai Garuda. Mereka diberi waktu selama 5 hari sejak per tanggal 7 Januari 2024 batas pelaporan LADK dan waktu perbaikannya hingga 12 Januari 2024. (suryadi-isak pasa'buan/C)