JAKARTA, RAKSUL - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menggodok mengenai draf Rancangan Undang-Undang (RUU) energi baru dan energi terbarukan. Selain hambatan administratif dan ketidakjelasan mekanisme bantuan pembiayaan, Indonesia juga menghadapi tantangan riil di sektor energi. Yakni pemenuhan kebutuhan energi yang sebagian besar masih bergantung pada batu bara dan gas alam.
Meskipun konsumsi biomassa industri dan pemanfaatan tenaga surya meningkat, Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar menilai, Indonesia belum mencapai kemajuan signifikan dalam diversifikasi energi secara komprehensif dan berkelanjutan. Kesiapan transisi energi masih jauh dari kemerataan antarwilayah.
Belum meratanya kesiapan daerah dalam transisi energi juga bergantung pada tingkat konsumsi per kapita, signifikansi keterlibatan perempuan, serta tingkat kerentanan iklim dan energi di tiap daerah.
Wilayah Barat Indonesia, seperti DKI Jakarta, Banten, dan Jogjakarta menunjukkan kesiapan transisi energi yang tinggi. Sedangkan, wilayah Timur dan provinsi-provinsi di luar Jawa, seperti Papua, Papua Barat, dan Kalimantan Tengah menghadapi tantangan ekonomi, kapasitas pemerintahan, dan inisiatif energi bersih yang kurang.
"Ini agak tricky, transisi energi lebih dinikmati masyarakat perkotaan. Seperti subsidi kendaraan listrik. Disiapkan untuk kalangan menegah atas. Di sini ada disparitas, sebetulnya yang paling rentan ketika transisi energi itu dilakukan adalah saudara kita di Indonesia bagian Timur dan pedesaan," kata Media dalam Indeks Kesiapan Transisi Energi Indonesia, kemarin (15/1).
Dalam paparan itu, terdapat 90 persen provinsi di Indonesia belum memiliki kesiapan yang memadai. Yakni 70 persen atau 24 provinsi berstatus sedang dan 20 persen atau 7 provinsi berstatus rendah. (JP)