Oleh: Darussalam Syamsuddin
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Tubuh kita dipandang sakit jika tidak dapat melaksanakan fungsinya. Tangan kita tidak dapat mengangkat atau tidak dapat memegang sesuatu disebut sakit. Demikian halnya dengan telinga kita yang tidak dapat mendengar.
Hati disebut sakit, jika tidak dapat berfungsi dengan baik. Apa fungsi hati? Fungsi hati adalah mengenal Tuhan, mencintai Tuhan dan menemui Tuhan. Hati yang tidak dapat mengenal Tuhan dengan baik disebabkan adanya kedengkian.
Kebencian terhadap nikmat yang ada pada seseorang dan berharap agar nikmat tersebut hilang dari orang itu disebut kedengkian. Nikmat berupa kehormatan, kedudukan, harta, dan sebagainya. Jika kita tidak menginginkan nikmat itu hilang dari orang yang memilikinya, tidak dipandang sebagai kedengkian, agama menyebutnya dengan ghibtah.
Misalnya, kita menyaksikan orang yang meluangkan waktu membaca Alquran, atau melihat orang yang mensedekahkan hartanya kemudian kita pun ingin seperti dia, tidak dipandang sebagai kedengkian.
Hati perlu bersih dari kedengkian agar kita terhindar dari kerugian. Pesan Nabi Saw. “Hindarilah kedengkian, karena kedengkian akan menghabiskan kebaikan ibarat api yang membakar kayu bakar”.
Timbulnya kedengkian dapat disebabkan oleh: pertama, permusuhan. Jika ada seseorang yang memusuhi, menzalimi, atau menyakiti kita. Biasanya melahirkan dendam dan berkembang menjadi kedengkian. Kedua, ta’azuz. Jika kita tidak ingin ada orang lain yang melebihi kita dalam berbagai hal, kita tidak ingin ada orang yang lebih saleh dari kita dan semacamnya, maka kita menjadi seorang pendengki. Ketiga, ta’ajub, yakni merasa diri lebih pantas menerima nikmat dari pada orang lain. Keempat, persaingan pada keinginan yang sama.
Misalnya, jika kita memiliki beberapa orang anak. Lalu kita hanya memuji satu di antaranya sementara yang lain tidak, maka akan mudah lahir kedengkian karena anak kita yang lain ingin pula dipuji.
Bagaimana cara untuk menghilangkan kedengkian agar kita tidak termasuk orang yang merugi? Imam Al-Ghazali mengajarkan untuk menghilangkan kedengkian agar hati kita tetap bersih adalah dengan ilmu dan amal. Kita harus menyadari bahwa kedengkian akan merugikan pelakunya duniawi dan ukhrawi.
Secara duniawi pendengki akan mengalami frustrasi. Jika kita mendengki orang lain kita akan mengalami kesulitan karena kita tidak dapat mengatur jatuhnya nikmat yang datang dari Tuhan. Kita akan dilanda stres karena melihat orang lain yang kita dengki terus mendapatkan kenikmatan.
Selain itu kedengkian juga akan mendatangkan tekanan psikologis yang dapat berdampak secara fisik. Imam Ali Karamallahu wajhah berkata, “Sehatnya jasad karena sedikitnya kedengkian” Tubuh kita akan lebih sehat jika kita menghilangkan kedengkian dari hati kita.
Kedengkian merugikan kita secara ukhrawi, karena pendengki akan dihapus amal kebajikannya. Kedengkian akan menghapus amal saleh yang dilakukan. Kedengkian juga akan menghilangkan iman.
Menurut Imam Al-Ghazali, jika seseorang dengki kepada orang lain, sebenarnya orang itu sedang mempersoalkan keadilan Tuhan kepada hamba-Nya. Ia tidak mau menerima qadha AllahSwt. Ia ingin ikut mengatur perolehan nikmat yang diberikan Tuhan.
Kedengkian dapat dikurangi dengan ilmu, tapi tidak dapat hilang sepenuhnya. Kedengkian hanya dapat dihilangkan dengan amal. Berusahalah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perasaan dengki kita.
Berbuat baiklah kepada orang yang kita dengki. Jika kita dengki kepada seseorang karena kedudukannya yang lebih tinggi, maka merendahlah kepadanya. Jika kita senang melihat orang lain karena banyak hartanya, maka berusahalah agar harta orang itu semakin bertambah, pujilah dan sebarkan kebaikan orang yang kita dengki.
Jika kita mendengki seseorang karena kepintarannya, maka usahakan agar dia bertambah kepintarannya. Amalan untuk menghilangkan kedengkian memang berat. Namun sebagaimana kata Imam Al-Ghazali, “Siapa yang tidak tahan akan pahitnya obat, dia tidak akan berhasil merasakan lezatnya kesehatan”. (*)