JAKARTA, RAKYATSULSEL - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, memberikan tanggapan bijak terkait petisi pemakzulan (impeachment) yang diajukan oleh 100 tokoh terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam wawancara eksklusif dengan jurnalis senior Karni Ilyas pada Minggu (21/1/2024), Jusuf Kalla atau JK, menilai bahwa meskipun proses pemakzulan dapat memakan waktu yang panjang dan sulit, yang lebih penting adalah makna dari petisi tersebut.
Menurut JK, petisi ini mencerminkan tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya. "Ini tanda ketidakpercayaan sudah kepada pemimpin. Itu yang anda pahami. Bukan bagaimana proses pemakzulan, tetapi ketidakpercayaan masyarakat luas kepada pemimpinnya," ungkapnya.
JK melihat bahwa proses formal pemakzulan sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, mengingat pemakzulan terhadap Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur telah terjadi sebelumnya. Namun, ia menegaskan bahwa fokus seharusnya lebih pada ketidakpercayaan yang tercermin dalam petisi tersebut.
"Seperti waktu Pak Harto [Suharto], petisinya cuma 50. Petisi itu tidak dijalankan. Tetapi ketidakpercayaan itu jauh lebih penting daripada formalnya seperti itu," tambah JK.
Petisi ini, yang dikenal sebagai "Petisi 100," melibatkan tokoh-tokoh dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk militer, politisi, akademisi, aktivis, dan ulama. Tokoh-tokoh ternama seperti politisi Amien Rais, serta beberapa purnawirawan TNI seperti Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, dan Mayjen TNI (Purn) Deddy S Budiman, tergabung dalam kelompok tersebut.
Meskipun isu pemakzulan tersebut telah mendapat tanggapan dari Istana Kepresidenan yang menegaskan bahwa kinerja Kepala Negara tidak terganggu, JK menegaskan bahwa lebih penting untuk memahami akar masalah, yaitu tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemimpinnya.
Dengan kebijakan dan tindakan yang tepat, diharapkan pemimpin dan pemerintah dapat memulihkan kepercayaan masyarakat dan melanjutkan tugas-tugas berat yang dihadapi pada tahun 2024 ini.