“Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) hanya bisa memberikan Surat Edaran dan melakukan penindakan secara sentralistik. Namun, lembaga ini tidak memiliki organ di daerah yang mampu menjamin eksekusi tepat terhadap regulasi tentang netralitas ASN,” ungkapnya.
Andi Luhur juga menyoroti faktor keteladanan dan kepatuhan pemimpin, seperti kasus politik praktis 15 camat di Makassar pada Pemilu 2019. Meskipun mereka terbukti secara hukum dan menerima sanksi demosi, kepala daerah incumbent mengembalikan mereka ke jabatan semula setelah terpilih kembali. Ini menunjukkan bahwa upaya untuk menghentikan politisasi ASN belum dianggap serius.
“Ketidakseriusan dalam penanganan politisasi ASN dapat dilihat dari kasus-kasus seperti ini. Penting bagi pemimpin untuk memberikan contoh teladan dan menegakkan aturan dengan sungguh-sungguh agar netralitas ASN tetap terjaga,” jelasnya. (Fahrullah/B)