MAKASSAR, RAKYATSULSEL — Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan pandangannya bahwa seorang pemimpin negara memiliki hak untuk melakukan kampanye dalam tahun politik, seperti pemilihan umum (pemilu).
Pernyataan Jokowi tentu memicu perdebatan karena statusnya sebagai presiden yang bukan menjadi kontestan pemilu 2024. Meskipun begitu, putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon wakil presiden alias cawapres dari pasangan Prabowo Subianto.
Terkait hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Tasrifin Tahara, menilai pernyataan Presiden Joko Widodo dapat diinterpretasikan dalam dua konteks.
Pertama, presiden diizinkan untuk memihak, selama tidak menggunakan fasilitas negara, sesuai aturan yang berlaku. "Saya kira itulah yang disampaikan Presiden Joko Widodo, pernyataan tersebut adalah hal biasa dan tidak ada aturan yang melarang," ungkapnya pada Kamis (25/1/2024).
Kedua, dalam konteks filosofis etika, di mana pernyataan ini dapat dimaknai oleh publik sebagai Joko Widodo yang memiliki hubungan dengan salah satu pasangan calon.
"Dalam konteks ini, pernyataan tersebut tidak harus diungkapkan di publik, meskipun secara individu beliau mungkin mendukung salah satu pasangan calon," jelasnya.
Tasrifin menyebut bahwa publik pasti langsung menilai hubungan tersebut, terutama dengan adanya keterlibatan Gibran sebagai calon Wakil Presiden. Ia meyakini bahwa pernyataan Jokowi harus dimaknai sebagai presiden yang memiliki hak untuk mendukung, sebab tidak ada aturan yang melarang hal tersebut.