MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sebanyak 11 kepala daerah meminta judicial review terhadap Undang-Undang Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tujuan agar masa jabatan kepala daerah terpilih pada Pilkada 2020 dan dilantik pada 2021 tidak dipangkas hingga akhir 2024, sementara secara normal bisa mencapai 2026.
Para kepala daerah ini menggugat Pasal 201 Ayat (7), (8), dan (9) Undang-Undang Pilkada yang dianggap bermasalah dan melanggar konstitusi, terutama terkait desain keserentakan Pilkada nasional tahun 2024 yang dianggap merugikan sejumlah 270 Kepala Daerah.
Dari 11 kepala daerah yang menjadi pemohon di MK, tiga di antaranya adalah Wali Kota, termasuk Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto, Wali Kota Bontang Basri Rase, dan Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar. Keenam kepala daerah lainnya adalah Gubernur Jambi, Gubernur Sumatera Barat, Bupati Kabupaten Pesisir Barat, Bupati Malaka, Bupati Kebumen, Bupati Malang, Bupati Nunukan, dan Bupati Rokan Hulu.
Danny Pomanto, Wali Kota Makassar, menyatakan bahwa ia diwakili untuk mewakili para Wali Kota dalam gugatan ini. Menurutnya, alasan dan dalil terkait gugatan tersebut tercantum dalam materi gugatan yang diajukan.
"Saya diminta untuk mewakili para Wali Kota. Ada beberapa dari bupati, dan juga beberapa orang dari Gubernur. Sementara proses di MK," ujar Danny kepada wartawan Rakyat Sulsel, Senin (28/1/2024).
Danny menegaskan bahwa keputusan akhir ada di tangan MK, dan sebagai warga negara, mereka berharap agar kepentingan kepala daerah hasil Pilkada 2020 dapat diakomodir di MK.