Melihat keriuhan Tim Kampanye Nasional (TKN) masing-masing calon presiden maupun wakil presiden yang kesemuanya menyatakan ingin menang dalam satu putaran pemilihan saja sepertinya akan menjadi pertaruhan yang sangat berat, tentu dengan melihat hasil survey dari masing-masing kandidat di mana pergerakan perolehan hasıl survey tetap stagnan alias tidak bergerak secara signifikan.
Ini menunjukkan bahwa, kalau ada upaya untuk mengendors hasıl pemilihan presiden satu putaran seperti yang digencarkan oleh pasangan calon nomor urut dua bisa saja terjadi, asalkan ada pergerakan yang krusial pada saat menjelang hari H pencoblosan dilakukan.
Menuju satu putaran dalam pemilihan presiden sebagaimana digencarkan oleh salah satu pasangan calon, sepertinya ingin mengefisienkan jalannya pelaksanaan pemilihan presiden yang tentu saja harus disertai dengan berbagai upaya yang maksimal dari masing-masing pasangan calon. Tentu sangat tidak mudah untuk bisa menetapkan bahwa pemilihan presiden kali ini akan cukup satu putaran saja.
Alasannya, sangatlah sederhana, bahwa pasangan calon lebih dari dua pasangan dan hasıl survey menunjukkan peta perolehan hasıl belum ada yang tembus mencapai angka lebih dari 50 persen. Kecuali, kalau ada lembaga survei yang berani untuk melakukan spekulasi dan menggiring opini pemilih, maka bisa saja itu terjadi, akan tetapi itu sangatlah berbahaya sebab akan menimbulkan ketidakpastian dan kalau sebaliknya terjadi tentu saja membawa akibat trust atau kepercayaan pemilih akan menurun dan bisa saja berbalik arah.
Dalam strategi pemenangan pemilihan tentu yang selalu diharapkan terjadi adalah, lebih baik menang bermasalah daripada kalah terhormat. Tentu ini tidak boleh terjadi dalam pelaksanaan pemilihan presiden, sebab kita akan memilih pemimpin pemerintahan yang bisa tidak hanya melanjutkan apa yang telah dicapai oleh pemimpin pemerintahan sebelumnya, akan tetapi juga harus dilihat apakah pencapaian itu sudah sesuai dengan apa yang menjadi kepentingan dan kebutuhan rakyat, kalau tidak tentu saja butuh perbaikan ataukah perubahan.
Selain itu, kita berharap bahwa kita membutuhkan pemilih yang kritis dan bisa memahami peta persoalan bangsa dan negara ini dengan baik. Sebab, kalau tidak maka tetap saja hasıl pemilihan akan seperti pemilihan sebelumnya lebih suka dengan bujukan sesaat dan janji manis dari pasangan calon.
Untuk itu, seyogyanya masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden sudah seharusnya meninggalkan pola kampanye yang hanya sekedar menyenangkan rakyat pemilih, akan tetapi sudah harus melakukan pendidikan politik dengan menampilkan kampanye yang bisa memberi solusi terhadap persoalan yang dihadapi oleh bangsa dan negara ini.
Bagaimanapun tujuan dasar berbangsa dan bernegara sebagaimana diatur dalam konstitusi negara adalah, bagaimana mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta sejahtera. Dalam artı, bagaimana upaya untuk meningkatkan kesejahteran rakyat melalui program yang akan dijalankan, apakah itu rasional atau tidak dan bisa dikerjakan dalam masa kepemerintahannya selama lima tahun kalau terpilih nantinya.
Satu putaran dalam pemilihan apatah lagi pemilihan presiden bisa saja terjadi, akan tetapi harus dilihat secara mendasar perhitungan dan kalkulasi yang sangat ketat untuk bisa menghitung dan melihat, bahwa pemilihan presiden kali ini memang bisa dengan satu putaran saja asalkan memenuhi syarat elektabilitas keterpilihan pasangan calon sudah melebihi di atas angka lima puluh persen.
Akan tetapi, kalau melihat kecenderungan hasıl survey masing-masing pasangan calon yang masih stagnan berada di kisaran angka empat puluh dan dua puluh persen maka sepertinya pemilihan presiden akan berlangsung dalam dua putaran, terkecuali ada hal yang luar biasa mendorong rakyat pemilih untuk memilih pasangan calon yang sudah terlanjur memiliki angka survey tertinggi. (*)
Aminuddin Ilmar
Pakar Hukum Unhas