JAKARTA, RAKYATSULSEL - Tim kuasa hukum pengusaha Helmut Hermawan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghentikan sementara proses penyidikan kepada kliennya. Alasannya, saat ini tim hukum tengah melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pengacara Helmut Hermawan, Resmen Kadapi, SH MH, menyatakan permintaan itu sesuai dengan kebijakan KPK yang juga memberi kesempatan yang sama kepada bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.
Menurut Resmen, KPK menghentikan sementara penyidikan terhadap Eddy Hiariej karena masih menunggu hasil sidang praperadilan yang juga dilayangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Rencananya, PN Jakarta Selatan dijadwalkan membaca putusan praperadilan yang diajukan Eddy Hiariej pada Selasa (30/1/2024) hari ini.
Permintaan itu, kata Resmen, juga diperkuat oleh komentar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak kepada awak media pada Rabu (17/1/2024) yang menyatakan bahwa, pemberkasan dan pemeriksaan terhadap Eddy Hiariej menunggu sidang praperadilan selesai digelar.
"Artinya, kami juga meminta kesempatan sama yang telah diberikan oleh KPK kepada mantan Wamenkumham. Kami meminta penyidik juga menghentikan sementara pemberkasan dan pemeriksaan klien kami sampai putusan prapradilan dibacakan," tegas Resmen Kadapi, Selasa (30/1/2024).
Selain itu, kata Resmen, pihaknya menuntut perlakuan yang sama di muka hukum yakni apabila hasil putusan praperadilan Eddy Hiariej dinyatakan tidak dapat diterima, maka tersangka harus segera ditahan.
"Kami minta pimpinan KPK berlaku adil dalam mengusut perkara ini. Klien kami ditetapkan sebagaii tersangka dan langsung ditahan. Tapi, mantan Wamenkumham dengan status yang sama hingga saat ini belum juga ditahan," imbuh Resmen Kadapi.
Resmen mengatakan, pihaknya telah mendaftarkan kembali gugatan prapreadilan ke PN Jakarta Selatan Kamis (25/1/2024), pekan lalu. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor registrasi perkara 19/Pid.Pra/2024/Pn Jkt Sel.
"Kami sudah mendapatkan informasi bahwa persidangan akan dimulai pada 5 Februari 2024," beber Resmen.
Lebih jauh dia mengatakan, publik patut mengetahui bahwa Helmut Hermawan dalam perkara a quo tidak pernah memberikan uang dalam bentuk apapun terkait dengan kewenangan Eddy Hiariej sebagai Wamenkumham. Menurut Resmen, kliennya memang ada kepentingan hukum tetapi bukan di Kementerian Hukum dan HAM, melainkan pada saat itu ada permasalahan yang dihadapi di Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri.
Pada saat, kata Resmen, Helmut Heramawan menjabat yang sebagai Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) dan tidak memiliki satu lembar saham pun ditetapkan menjadi tersangka. Bareskrim Mabes Polri juga menetapkan tersangka para direktur lainnya yang juga sekaligub sebagai pemilik saham.
Resmen Kadapi mengatakan, atas masalah tersebut Helmut Hermawan memerlukan pandangan dari ahli pidana sehingga seorang pengacara mengenalkan Helmut kepada Eddy Hiariej yang kebetulan saat itu menjabat sebagai Wamenkumham.
"Dari situ sangat jelas bahwa klien kami berhubungan dengan Eddy Hiariej terkait dengan perkara yang ada di Bareskrim Polri. Klien kami mendapat dukungan moral dan disarankan untuk menambah tim hukum yaitu saudara Y," ujar Resmen.
Resmen menilai mengenai sejumlah uang yang dikeluarkan oleh Helmut Hermawan dalam proses perkara di Bareskrim. Menurut dia, dana yang dikeluarkan itu merupakan ongkos untuk membayar advokat yang membantu dalam pengurusan kasus hukum tersebut.
"Dalam hal ini jelas tidak ada alat bukti yang cukup untuk menjadikan klien kami tersangka dalam perkara a quo," tegas Resmen. (*)