JAKARTA, RAKYATSULSEL - Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menyarankan bila semua capres dan cawapres mundur dari Kabinet atau cuti dari jabatan strategisnya untuk menciptakan atmosfir Pemilu yang adil. Para Capres dan Cawapres juga diingatkan untuk tidak berkampanye menggunakan fasilitas negara.
“Kita semua sudah sama-sama melihat, bagaimana kesewenang-wenangan pascaputusan Mahkamah Konstitusi, yang memuluskan jalan anak presiden untuk mengikuti kontestasi Pilpres 2024,” ungkap Ikrar saat dihubungi di Jakarta, Rabu (31/01/2024)
Meninjau hal itu, Ikrar berpendapat saat ini lembaga yudikatif tidak dapat dijadikan satu-satunya sandaran. Ia juga menyoroti penggunaan kekuasaan yang beririsan dengan pencalonan peserta Pilpres. Contohnya, Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dirapel untuk tiga bulan. Menurutnya, penyaluran bansos jelang Pemilu, terindikasi janggal.
“Bantuan Langsung Tunai dirapel tiga bulan sekaligus mendekati pemilihan umum ini. Coba Anda hitung, per-bulannya Rp 200.000 dikali 3, kan jumlahnya Rp 600.000. Ini buat orang di desa, uang yang banyak loh. Belum lagi, Zulkifli Hasan, Airlangga Hartanto juga ikut-ikutan bagi-bagi Bansos, dengan pesan bilang terima kasih ya, ke Pak Jokowi. Seolah-olah Bansos yang mereka bagikna adalah milik orang tertentu. Padahal Bansos itu dari uang negara,” tegas Ikrar.
Ikrar juga menyoroti BLT Puso (BLT bagi petani yang gagal panen) yang hanya dibagikan di Provinsi Jawa Tengah. Bantuan yang akan diberikan, menurut rencana, sebesar Rp 8 juta per 1 hektare lahan pertanian.
Setiap kelompok tani bisa menerima bantuan gagal panen yang beragam, mulai dari Rp 122 juta, Rp 180 juta, hingga Rp 200 juta per kelompok tani. Di Jawa Tengah, Jokowi mencatat terdapat 16.000 hektare lahan yang terdampak El Nino, banjir, dan kekeringan panjang. Penerima BLT Puso adalah petani di Kabupaten Grobogan, Kudus, Jepara, Demak, dan Pati.
“Saya melihatnya ini sebagai unsur bujukan. Bahwa kalau masyarakat pilih ini, bantuan akan jalan terus. Ini anggaran negara, cadangan beras negara bukan untuk dimainkan dalam Pemilu. Saya juga bingung mengapa BLT Puso hanya diberikan kepada petani di Jawa Tengah dan ini pencairannya bulan Februari, mendekati Pemilu. Nanti, kalau tiba-tiba habis Pemilu, Indonesia diguncang bencana bagaimana? Anggaran dan persediaan apa yang kita pakai?” pungkasnya.
Secara terpisah, Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Muhammad AS Hikam merespons positif isu rencana pengunduran diri Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) di Kabinet Indonesia Maju.
Mahfud mengungkapkan keinginannya untuk mengundurkan diri dari Kabinet, menyusul pencalonannya sebagai Wakil Presiden berpasangan dengan Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024, yang akan digelar 14 Februari 2024. Pasangan Ganjar-Cawapres didukung partai politik PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Hikam mengungkapkan, rencana pengunduran diri itu jelas memiliki urgensi, terutama terkait momentum dan etika politik dalam rangka mencegah terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest).
“Nggak ada masalah. Profesional apa pun antara Presiden dan Pak Mahfud, kalau mundur, ya mundur saja. Tapi, Pak Mahfud dan Pak Jokowi tetap harus tetap berhubungan baik,” ujar Hikam di Tangerang Selatan, Banten, Selasa (30/1/2024).
Hikam menyatakan, keputusan mundur Mahfud harus dilihat dari perspektif kepentingan Capres Ganjar Pranowo, karena pencalonan Mahfud sebagai Cawapres dan jabatannya sebagai Menko Polhukam di Kabinet, bisa menjadi sasaran tudingan lawan politik.
Ia juga menyoroti, jabatan Cawapres akan membuat aktivitas Mahfud makin sibuk dan rentan terhadap penyalahgunaan isu-isu politik.
“Ini saya melihatnya dari perspektif kepentingan Mas Ganjar. Urgensinya jelas, karena bagaimana pun juga pencalonan Pak Mahfud sebagai Cawapres dan jabatannya sebagai Menko Polhukam dapat menjadi sasaran tudingan empuk dari pihak lawan. Orang kalau jadi Cawapres itu sibuk, dan isu apa saja bisa digoreng. Kalau mundur, bebas dari indikasi kepentingan apa pun,” jelas mantan Menristek pada era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Ditanya mengenai status Capres Nomor Urut 2, Prabowo Subianto yang kini masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan, Hikam hanya menjawab singkat.
“Kalau Prabowo nggak punya niat untuk mundur, ya mau gimana lagi?” imbuh dia. (*)