MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahfud MD mengumumkan mundur dari Kabinet Indonesia Maju. Calon wakil presiden nomor urut 03 ini akan menyampaikan surat resmi pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.
Pengunduran diri Mahfud ini merupakan komitmen mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu untuk menjaga independensi selama proses Pilpres 2024. Dia mengatakan pengunduran diri dari jabatan Menko Polhukam sebenarnya telah dibicarakan sejak dirinya diusung sebagai calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo.
Sebelumnya, Mahfud telah menemui Menteri Sekretariat Negara Pratikno. Dari pertemuan itu, Mahfud telah dijadwalkan bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mahfud ingin bertemu langsung dengan Presiden karena dia ingin mundur secara baik-baik, sebab dulu juga diangkat secara baik, dan tidak ingin muncul kesan ‘tinggal gelanggang colong playu’.
Di sisi lain, pengunduran diri yang diumumkan langsung di sela kampanye akbar di Lampung Tengah, pada Rabu (31/1/2023), telah disepakati bersama dengan pasangan Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo. Menurut Mahfud, nilai independensi selama proses pemilihan yang berlangsung pada 14 Februari dan proses setelahnya sangat penting.
“Saya juga telah mengemas seluruh barang pribadi, dan telah siap keluar dari rumah dinas dan melepaskan seluruh fasilitas negara,” kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan keputusan itupun telah dibicarakan oleh segenap partai koalisi dan Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud. Setelah pembicaraan bersama partai koalisi beserta TPN, didapat kesimpulan langkah mundur dari jabatan negara selama proses Pilpres 2024 adalah langkah yang bijak.
Para partai pendukung dan TPN, kata Mahfud, mendukung sepenuhnya keputusan. “Hal ini dianggap upaya mengembalikan marwah demokrasi yang dilaksanakan dengan proses yang benar dan jujur,” katanya.
Mahfud berharap pengunduran diri ini bisa menjadi jaminan moral dan intelektual agar Pilpres berjalan adil dan jujur. “Saya sangat menghindari konflik kepentingan dan intervensi politik,” ujar dia.
Koordinator Sahabat Mahfud Sulsel, Iwan Kurniawan, menyatakan mendukung dan memberikan apresiasi atas etika dan sikap kenegaraan yang ditunjukkan Mahfud yang mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri.
Menurut dia, langkah itu diambil untuk menjaga terhindarnya konflik kepentingan dan mengurangi potensi penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik berkaitan dengan pencalonannya sebagai calon wakil presiden.
"Etika dan sikap kenegaraan ini menjadi yang sangat langka di tengah kemorosotan moral dan etika elit penguasa, semoga menjadi teladan dari pejabat negara atau pejabat publik lainnya, dalam menghadapi kontestasi politik saat ini," ujar Iwan.
Iwan mengatakan, pihaknya memberikan penghargaan dan penghormatan atas dedikasi paripurna dari Mahfud yang konsisten menegakkan hukum dan memperjuangkan hal-hal yang berkaitan dengan hukum, keamanan, dan politik di tengah-tengah masyarakat.
"Konsistensi ini terbukti dalam kinerjanya selaku menteri maupun dulu selaku ketua Mahkamah Konstitusi atau sebagai anggota legislatif di DPR RI," imbuh dia.
Iwan juga mendesak kepada presiden maupun pejabat negara atau pejabat publik lainnya untuk tunduk patuh terhadap aturan main demokrasi dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemilihan umum yang bersih, jujur dan adil.
"Serta, mendesak agar Bawaslu segera bekerja secara profesional, independen dan bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan presiden maupun pejabat negara atau pejabat publik yang diduga kuat melanggar UU Pemilu," imbuh Iwan.
Sementara itu, pakar komunikasi politik dari Universitas Hasanuddin Hasrullah menilai mundurnya Mahfud merupakan efek domino dari pemilihan presiden. Salah satu pengaruhnya, kata dia, karena Mahfud berada di kabinet Jokowi, kemudian mencalonkan sebagai cawapres dan di partai pendukung presiden.
"Jadi memang juga secara etika, saya mengatakan kalau Mahfud mundur juga boleh-boleh saja karena tidak bersama dan tidak satu perahu lagi dengan pemerintah Jokowi," ujar Hasrullah.
Menurut Hasrullah, kalau Jokowi bijaksana karena terlanjur satu perahu, maka semestinya dia harus ikut sama-sama hingga akhir jabatan. "Ini dua perspektif yang sudah bicara," ujar dia.
Dari segi etika, Mahfud ingin mundur karena sadar bahwa ia cawapres dan bukan kelompok dari Jokowi. Maka secara etika mengundurkan diri agar orang lebih obyektif melihat perannya sebagai orang yang tidak bersama dengan Jokowi.
Namun, kata dia, kalau Jokowi melihat bahwa ini adalah kepemimpinan kolektif, maka sebaiknya juga bisa menahan Mahfud untuk mundur. Sebab dalam politik memang demikian, punya dampak negatif dan positif.
“Mahfud menyatakan diri mundur karena melihat situasi sudah tidak kondusif lagi. Kedua karena sebagai posisi cawapres bersama Ganjar," kata dia.
Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti menyarankan jika semua capres dan cawapres mundur dari kabinet atau cuti dari jabatan strategisnya untuk menciptakan atmosfir Pemilu yang adil. Para Capres dan Cawapres juga diingatkan untuk tidak berkampanye menggunakan fasilitas negara.
“Kita semua sudah sama-sama melihat, bagaimana kesewenang-wenangan pascaputusan Mahkamah Konstitusi, yang memuluskan jalan anak presiden untuk mengikuti kontestasi Pilpres 2024,” ungkap Ikrar.
Meninjau hal itu, Ikrar berpendapat saat ini lembaga yudikatif tidak dapat dijadikan satu-satunya sandaran. Ia juga menyoroti penggunaan kekuasaan yang beririsan dengan pencalonan peserta Pilpres. Contohnya, Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dirapel untuk tiga bulan. Menurutnya, penyaluran bansos jelang Pemilu, terindikasi janggal.
“Bantuan Langsung Tunai dirapel tiga bulan sekaligus mendekati pemilihan umum ini. Coba Anda hitung, per-bulannya Rp 200.000 dikali 3, kan jumlahnya Rp 600.000. Ini buat orang di desa, uang yang banyak loh. Belum lagi, Zulkifli Hasan, Airlangga Hartanto juga ikut-ikutan bagi-bagi Bansos, dengan pesan bilang terima kasih ya, ke Pak Jokowi. Seolah-olah Bansos yang mereka bagikan adalah milik orang tertentu. Padahal Bansos itu dari uang negara,” tegas Ikrar.
Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Muhammad AS Hikam merespons positif pengunduran diri Mahfud. Hikam mengungkapkan, pengunduran diri itu jelas memiliki urgensi, terutama terkait momentum dan etika politik dalam rangka mencegah terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest).
“Nggak ada masalah. Profesional apa pun antara Presiden dan Pak Mahfud, kalau mundur, ya mundur saja. Tapi, Pak Mahfud dan Pak Jokowi tetap harus tetap berhubungan baik,” ujar Hikam.
Hikam menyatakan, keputusan mundur Mahfud harus dilihat dari perspektif kepentingan Capres Ganjar Pranowo, karena pencalonan Mahfud sebagai Cawapres dan jabatannya sebagai Menko Polhukam di kabinet, bisa menjadi sasaran tudingan lawan politik. (suryadi-fahrullah/B)