Oleh: Ema Husain Sofyan
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi peringatan keras pada Hasyim Asy’ari beserta enam anggota KPU lainnya.
Putusan DKPP terkait adanya pelanggaran etik seluruh anggota KPU RI tidak dapat menganulir atau membatalkan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapresnya Prabowo pada Pilpres 2024.
DKKP juga dalam pertimbangan hukumnya telah menyatakan bahwa putusannya tidak mempengaruhi pencalonan Gibran. Sebab putusan DKPP murni soal etik penyelenggara pemilu. Dimana putusan DKPP sifatnya tidak akumulatif, jadi tidak menyinggung soal legalitas pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran.
Banyak hal yang menguatkan Gibran sebagai cawapres yang legal. Belum lagi waktu pencoblosan Pileg dan Pilpres yang hanya terpaut sembilan hari sejak putusan DKPP dibacakan. Belum lagi putusan DKPP saat ini bisa disoal pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Atau dengan kata lain menjadi objek peradilan TUN.
Hal ini terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan DKPP bukanlah lembaga peradilan tapi setara dengan KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara pemilu. Tinggal bagaimana sikap ketua dan anggota KPU dalam menyikapi hasil putusan DKPP.
Terlepas dari pro dan kontra mengenai putusan DKPP, tentu saja pihak yang merasa punya keuntungan dengan putusan DKPP, akan “menggoreng” isu tersebut dengan tujuan kepentingan elektoral. Apalagi masa sekarang adalah tahapan kampanye yang bertujuan mencari simpati pada khalayak.
Putusan DKPP malah mempertegas jika tindakan KPU sudah tepat dengan menindaklanjuti putusan MK sebagai perintah konstitusi. Namun anggota KPU bertindak tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu.
Seharusnya anggota KPU segera menyusun rancangan perubahan PKPU tentang pencalonan pilpres. Bukannya dengan bersurat pada pimpinan parpol terkait tindak lanjut putusan MK.
Dengan kata lain para anggota KPU tidak memedomani PKPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU.
Bagi Penulis, bukan saatnya untuk meninjau ulang pencalonan pasangan nomor urut dua, yaitu pasangan Prabowo-Gibran. Yang terpenting masyarakat yang punya hak pilih bisa mengedepankan hati nurani dalam memilih dengan bersikap menimbang segala aspek.
Tentu saja dalam hal ini visi dan misi serta program kerja, namun juga bagaimana sikap pemilih menilai pasangan calon berproses hingga menjadi kontestan Pilpres.
Yang terpenting dari soal polemik keabsahan Gibran dengan putusan DKPP, adalah DKPP telah berulangkali memberikan putusan terkait ketua KPU. Namun sepertinya putusan berupa teguran keras, teguran keras terakhir sepertinya tidak memiliki sanksi tegas sehingga penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu akan abai dan tidak mengedepankan sikap hati-hati dalam bekerja.
Jangan sampai masyarakat akan kehilangan rasa kepercayaan pada KPU jika penyelenggara pada tingkat pusat acap kali melakukan pelanggaran etika. (*)