"Terkait masa jabatan kepala desa selama 8 tahun atau lebih, hal ini tergantung pada perspektif masyarakat. Sementara sisi negatifnya adalah kemungkinan setiap orang mencalonkan diri, namun sisi positifnya adalah akan lebih memilih calon yang sesuai untuk meneruskan pembangunan desa," katanya.
Dia menambahkan bahwa periode 8 tahun masih tergolong wajar, mengingat proses regenerasi kepemimpinan di desa tidak secepat atau sekompleks tingkat yang lebih tinggi seperti Kabupaten/Kota, Provinsi, atau Negara.
"Justru, saya pikir periode kepemimpinan yang panjang memiliki sisi positifnya, seperti mendekatkan Kepala Desa dengan masyarakatnya," katanya.
Armunanto menyatakan bahwa menciptakan stabilitas hubungan antara Kepala Desa dan warganya dapat menghasilkan institusionalisasi kekuasaan seorang kepala desa.
Namun, dari sudut pandang lain, ia menekankan bahwa periode kepemimpinan yang terlalu singkat berpotensi mengganggu stabilitas politik di desa, terutama jika desa tersebut memiliki jumlah penduduk yang sedikit.
"Kedekatan antara Kepala Desa dan warganya lebih emosional daripada pemilihan Bupati, Wali Kota, atau Gubernur, karena mereka tetap menjadi tetangga dan anggota keluarga. Jika pemilihan diadakan terlalu sering, ini bisa menyebabkan perpecahan di masyarakat desa," jelasnya.