JAKARTA, RAKYATSULSEL - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menanggapi gerakan kritik dan petisi yang dilakukan oleh para akademisi terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang Pemilu 2024. Menurut Fadli, gerakan tersebut tidak konsisten, karena para akademisi tidak bersuara saat Pemilu 2019 yang menurutnya lebih bermasalah.
Fadli mengatakan bahwa Pemilu 2024 di Indonesia akan lebih damai dan lebih baik daripada Pemilu 2019, yang menimbulkan banyak korban jiwa di kalangan penyelenggara pemilu. Ia mengklaim bahwa dirinya adalah salah satu kritikus pemilu sejak 2009, 2014, hingga 2019, dan memiliki jejak digital yang membuktikan hal tersebut.
“Kalau kita lihat pemilihan umum ini di Indonesia relatif damai dan relatif lebih baik menurut saya. Kenapa saya katakan relatif lebih baik, pada pemilu yang lalu 2019, saya ini tukang kritik pemilu sebenarnya dari 2009, 2014, 2019 gitu,” ujar Fadli saat berbicara dalam diskusi ‘Pemilu Legislatif Bijak Memilih Pasti Terwakili’ di Gedung Nusantara, Ruang Abdul Muis, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2024).
Fadli juga menyoroti fakta bahwa lebih dari 800 anggota KPPS meninggal dunia akibat kelelahan saat mengurus Pemilu 2019. Ia menyesalkan bahwa para akademisi tidak mengangkat isu tersebut saat itu, padahal ia sendiri masih menjadi oposisi dan mengkritik keras pemerintah.
“Tahun 2019 itu 800 lebih pengurus KPPS yang meninggal dunia itu nggak ada (akademisi bersuara), ya kebetulan saya waktu itu masih oposisi ya. Kami masih oposisi jadi suaranya biasanya lebih keras, tapi kita kritik dari 2019 itu ada jejak digitalnya supaya ada perbaikan,” ungkapnya.
Fadli juga optimistis bahwa Pemilu 2024 akan lebih lancar, karena ada tiga pilihan calon presiden bagi masyarakat. Ia berpendapat bahwa hal ini akan mengurangi konfrontasi yang terjadi pada Pemilu 2019, yang hanya memiliki dua calon presiden.
“Kalau dikatakan optimis saya optimis pemilu sekarang lebih damai juga karena pilihan Pilpresnya itu ada 3. Jadi ada lebih banyak calon, kalau yang lalu kan hanya 2 calon jadi keliatan apa namanya konfrontatif, kalau sekarang kan lebih banyak ya,” tuturnya.
Sementara itu, sebelumnya telah dilaporkan bahwa sejumlah mahasiswa dan guru besar dari berbagai universitas di Indonesia mengkritik sikap Jokowi yang dianggap cawe-cawe atau ikut campur dalam Pemilu 2024. Mereka meminta agar Pemilu 2024 diselenggarakan secara demokratis, dan Presiden tidak mengintervensi proses pemilu.
Gerakan kritik dan petisi ini telah dilakukan oleh sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Indonesia (UI), Universitas Andalas (Unand), dan Universitas Padjadjaran (Unpad), serta sejumlah perguruan tinggi lainnya.