Dalam berbagai pemberitaan, perubahan syarat calon wakil presiden kerap dilekatkan dengan hubungan keluarga antara Ketua MK saat itu, Anwar Usman, dengan Presiden Joko Widodo dan putranya Gibran Rakabuming.
"Semua cerita ini lewat di mata saya dan saya berpikir bahwa kami perlu membuat semua yang lewat setiap hari ini menjadi sesuatu yang bisa dilihat dari helicopter view (secara utuh). Itu idenya," kata Dandhy.
Dalam keterangan pers yang dibagikan para pembuat Dirty Vote sebelumnya, Dandhy berkata bahwa film ini ditujukan menjadi sebuah bahan edukasi publik menuju momen krusial pemilu, yaitu hari pencoblosan pada 14 Februari mendatang.
"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ujar Dandhy
Joni Aswira, Ketua Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia, lembaga yang turut mendukung pembuatan Dirty Vote, menyebut film ini dibiayai "patungan" Watchdoc dan lembaga masyarakat sipil.
Seluruh proses pembuatan film ini, kata Joni, memakan waktu dua pekan, dari riset, produksi, hingga pengambilan gambar.
Apa respons Prabowo-Gibran?
Gibran mengaku belum menonton Dirty Vote. Ini dikatakannya kepada pers di Solo, Senin (12/02).
"Makasih ya untuk masukannya. Kalau ada kecurangan silakan nanti dibuktikan," tuturnya.