MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemerintah Kota Makassar berkomitmen pada tahun 2025 pembangunan low carbon sustainable atau berkelanjutan. Rencananya, komitmen tersebut akan dibahas pada Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) Pemkot Makassar 2024 pada 26 Februari mendatang.
Pada rakorsus tersebut, Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto mengaku akan mengundang narasumber yang memiliki kompetensi dari berbagai negara untuk membahas secara spesifik bagaimana mewujudkan low carbon city.
"Lokus mereka adalah Makassar, jadi bukan kita yang bicara tapi mereka. Apakah Makassar punya kemampuan atau tidak untuk low carbon?" imbuh Danny saat ditemui usai menghadiri Forum Konsultasi Publik RKPD Makassar 2025 yang digelar Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Makassar di Hotel Claro, Senin (19/2/2024).
Danny melanjutkan, komimen untuk low carbon ini perlu segera dilaksanakan. Sebab, Kota Makassar harus berperan aktif dalam isu penyelamatan lingkungan termasuk dalam misi pengurangan emisi karbon melalui berbagai program dan kebijakan yang dijalankan pemerintahannya.
"Kita mau menjadi kota dunia, makanya salah satu kontribusi yang harus kita lakukan adalah pengurangan carbon," ujar Danny.
Dia menyebut saat ini Pemkot Makassar sudah mulai menerapkan low carbon. Penggunaan kantong belanja plastik di minimarket sudah ditiadakan. "Saya kira intinya adalah inklusif dan sustainable, bagaimana semua dilibatkan," imbuh dia.
Maka dari itu, Danny berharap seluruh stakeholder dan pemangku kepentingan yang hadir dapat memberikan ide dan masukan untuk mewujudkan Makassar Kota Dunia yang low carbon.
"Saya berharap forum yang baik ini dimanfaatkan sebaik-baiknya, untuk kita semua dan untuk peran Kota Makassar yang baik untuk semua," ujar Danny.
Sebelumnya, sala hsatu persoalan yang menjadi keluhan paling tinggi di Makassar adalah listrik. Berdasarkan survei persepsi dari Celebes Research Center (CRC) sebanyak 23,8 persen masyarakat mengeluhkan hal tersebut.
Pada survei CRC menunjukkan lima masalah mendesak di Kota Makassar yakni listrik sebesar 23,8 persen, penanganan banjir sebesar 15,6 persen, air bersih sebesar 8,6 persen, drainase sebesar 7,3 persen dan susah mencari pekerjaan sebesar 5,9 persen.
Danny Pomanto mengungkapkan dampak yang ditimbulkan oleh masalah kelistrikan membuat tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah Kota Makassar menjadi rendah. Hal itu merupakan imbas dari pemadaman listrik bergilir selama beberapa bulan terakhir yang melanda Kota Makassar.
Padahal, kata Danny, sapaan akrabnya menyebut masalah kelistrikan bukan merupakan kewenangan Pemerintah Kota Makassar. Ia menyayangkan masalah kelistrikan terjadi di Kota Makassar. Sebab, hal itu sangat kontradiktif dengan cita-cita Kota Makassar sebagai Kota Dunia.
Maka dari itu, Ia mengambil langkah untuk mengantisipasi permasalan kelistrikan terjadi kembali di Kota Makassar. Yakni, dengan melakukan konversi listrik dan berhemat listrik.
"Bagaimana mau jadi kota dunia kalau mati lampu, ini hal kontradiktif," terang Danny.
Danny mengaku implementasi tersebut dilakukan pada APBD Perubahan 2024. Apalagi, kata dia, Pemerintah Kota Makassar berkomitmen menjadi kota dengan rendah karbon (low carbon) di Indonesia.
"Sekalian kita komitmen menjadi low carbon, karena berdasarkan peneliti Amerika mengatakan makassar bisa menjadi Kota low carbon, saya mengambil kebijakan di perubahan," imbuh Danny.
Sehingga, fokus yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar, kata Danny, dengan mendorong penggunaan energi hijau (green energy) di sekolah-sekolah dan seluruh kantor-kantor dengan menggunakan tenaga surya atau solar secara mandiri. Agar, pemakaian listrik dapat berkurang dan tidak membenani PLN sebagai perusahaan penyedia listrik.
"Paling tidak kita selamatkan sektor pendidikan kita dari listrik yang tidak jelas. Kita sendiri dengan green teknologi listrik, kita mengurangi karbon," tutup Danny.
Danny juga terus mendorong penggunaan energi hijau sebagai energi alternatif untuk jangka panjang. Salah satunya penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan skema investasi. Danny mengatakan pembangunan PLTS dapat dilakukan di laut mencontoh negara Singapura. Apalagi, melihat potensi dari Kota Makassar yang dapat mewujudkan hal tersebut. Bahkan, kata dia, PLTS ini juga dapat dilakukan di atap-atap rumah masyarakat.
"Salah satu jalan pintas adalah saya fikir fikir perlu ada kebijakan untuk pemakaian solar panel untuk dirumah rumah," ucap Danny.
Dia menyebut penggunaan PLTS selain membutuhkan cahaya sebagai sumber energi tetapi diperlukan juga teknologi baterai. Di mana, harga baterai ini sangat mahal.
"Kan banyak itu, bisa jadi investor untuk panel surya di lautan. Salah satu solusi barangkali yang sudah harus kita mulai, tapi baterainya yang mahal," imbuh dia.
Selain itu, alternatif lainnya untuk menambah kebutuhan energi di Kota Makassar yakni melalui Pengelolaan Sampah Berbasis Energi Listrik (PSEL). Danny menyebut PSEL ini dapat menyuplai listrik sekitar 18 mega watt.
"Kesempatan bagi PSEL meningkat, ini kan bisa dapat 18 mega watt," terang Danny.
Sementara itu, General Manager PLN Unit Induk Distribusi(UID) Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat (Sulselrabar), Moch Andy Adchaminoerdin mengungkapkan pihaknya telah memiliki PLTS.
Hanya saja, kata dia, PLTS tersebut didapat difungsikan karena cahaya sebagai sumber energi ini tidak memadai. Seingga tidak mampu membantu suplay listrik untuk mengatasi defisit energi yang terjadi saat ini.
"Solar panel kami satu mega watt tidak beroperasi juga karena panasnya tidak begitu," ucap Andy.
Meski menggunakan cahaya sebagai sumber energi, Andy mengatakan diperlukan juga teknologi baterai.
"Kalau bicara solar panel sebetulnya lumen (satuan energi cahaya), kalau lumennya besar sekali bisa, tapi solar panel itu mau investasi harus ada teknologi baterai," jelas Andy. (shasa anastasya/C)