Dijerat UU Perlindungan Anak, Santri Makassar yang Aniaya Juniornya Hingga Meninggal Segera Diserahkan ke Kejaksaan

  • Bagikan
Seorang santri di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran (PPTQ) Al-Imam Ashim Kampus II, Kota Makassar, yang tega menganiaya juniornya sendiri hingga meninggal dunia dijerat Undang-undang (UU) Perlindungan Anak, Pasal 80 Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Seorang santri di Pondok Pesantren Tahfizhul Quran (PPTQ) Al-Imam Ashim Kampus II, Kota Makassar, yang tega menganiaya juniornya sendiri hingga meninggal dunia dijerat Undang-undang (UU) Perlindungan Anak, Pasal 80 Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002.

Pelaku berinisial AW (15) yang sudah berstatus tersangka dan telah ditahan oleh Satreskrim Polrestabes Makassar itu diketahui dalam waktu dekat akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan untuk proses hukum selanjutnya.

"Pasal yang diterapkan Pasal 80 (UU Perlindungan Anak). Dan untuk penanganan tetap sama dengan orang dewasa, cuma perlakuannya saja beda. Perlakuannya harus dilimpahkan karena waktu penanganan kami cuma 15 hari dan selesai," ujar Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Devi Sujana saat dikonfirmasi, Rabu (21/2/2024).

"Kita (penyidik) juga sudah koordinasi langsung dengan Kejaksaan agar mempermudah untuk pemberkasan," sambungnya.

Diketahui, AW nekad menganiaya juniornya berinisial AR (14) di pondok pesantren tersebut hingga dilarikan ke rumah sakit (RS) Grestelina Makassar, pada 15 Februari 2024 lalu. Namun dalam proses perawatan medis korban meninggal dunia, Selasa (20/2/2024) dini hari kemarin.

Devi mengungkapkan, motif penganiayaan AW terhadap juniornya karena ketersinggungan. Dimana korban saat itu mengetuk jendela perpustakaan di pondok pesantren tempatnya belajar itu yang ternyata pelaku berada di situ.

"Pelaku merasa tersinggung, korban saat itu mengetuk-ngetuk kaca jendela perpustakaan, dimana pelaku sedang ada di situ," sebutnya.

Sebelum melakukan penganiayaan, berdasarkan keterangan pelaku dia menjelaskan sempat menanyakan maksud korban mengetuk-ngetuk kaca jendela perpustakaan tersebut.

Korban yang tak menjawab pun langsung dianiaya pelaku menggunakan tangan kosong hingga dilarikan ke rumah sakit.

"Jadi sempat ditanya kenapa kamu ketuk-ketuk, korban hanya senyum lalu dipukul. Melalukan penganiayaan, seperti menyikut, kemudian dengan lutut, dan memukul di belakang telinga," bebernya.

Adapun dari keterangan dokter, Kata Devi, korban mengalami luka pecah di bagian belakang kepala. Hal itulah yang menyebabkan korban meninggal dunia.

"Dari keterangan dokter ada luka pecah di bagian belakang kepala. Itu mungkin diperkirakan rusak di otak kecil yang menyebabkan gagal napas," tuturnya.

Dalam kasus ini, penyidik disebut masih terus melakukan pendalaman. Mulai dari memeriksa sejumlah rekaman CCTV di sekitar pondok pesantren juga mempelajari hasil pemeriksaan dokter selama korban dirawat di rumah sakit.

Sedangkan untuk saksi yang telah diperiksa, Devi tak menjelaskan dari mana saja. Dia hanya menyampaikan jumlah saksi yang telah diperiksa sebanyak 5 orang.

"Kami melakukan pendalaman juga terkait saksi-saksi yang ada di TKP. Kami juga cek CCTV, nanti perkembangan kita sampaikan lagi. Saksi yang ada di sana 5 orang sudah kita periksa, termasuk pembina pengajar (pesantren). Kita masih dalami karena menurut keterangan saksi-saksi ini terjadi baru sekarang antara pelaku dengan korbannya sendiri," kuncinya. (Isak/B)

  • Bagikan

Exit mobile version