MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sejumlah mantan kepala daerah hampir dipastikan gagal terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Ketatnya persaingan antar-partai dan caleg internal membuat figur mereka tak mampu menyedot perhatian pemilih di daerah pemilihan masing-masing. Pernah memimpin daerah lima sampai sepuluh tahun, bukan jaminan disukai oleh masyarakat.
Berdasarkan perhitungan riil Komisi Pemilihan Umum (KPU), caleg yang merupakan mantan kepala daerah gagal meraih suara yang signifikan. Mereka tak berkutik mengikuti kerasnya persaingan memperebutkan kursi parlemen.
Di Dapil Sulsel Satu, mantan Bupati Takalar, Syamsari Kitta untuk sementara hanya bisa mengumpulkan 3.825 suara. Di Sulsel 2 mantan Bupati Bone, Andi Fahsar Padjalangi, mantan Bupati Pangkep, Syamsuddin Hamid juga kalah dari koleganya di Partai Golkar.
Di Partai Demokrat, mantan bupati Bulukumba Zainuddin Hasan juga kalah moncer dari Andi Muzakkir Aqil dan Ni’matullah. Sementara mantan Bupati Maros Hatta Rahman yang bergabung dengan PPP, juga tak mendapat dukungan maksimal.
Sementara itu, di Dapil Sulsel Tiga, mantan Bupati Luwu Andi Mudzakkar belum bisa berbuat banyak bagi Partai Gerindra. Hal serupa juga menimpa mantan bupati Toraja Utara, Kalatiku Paembonan dari PDIP. Adapun, tiga mantan kepala daerah dari Partai NasDem; mantan Bupati Pinrang Andi Aslam Patonangi, mantan Bupati Tana Toraja Nicodemus Biringkanae, dan mantan Wali Kota Palopo Judas Amir, dapat dipastikan tak berhasil ke Senayan.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto mengatakan kegagalan para mantan kepala daerah ini memang menjadi perhatian. Meski begitu, kata Ali, kemungkinan ada penerapan strategi yang keliru.
“Seperti Pak Padjalangi yang bersaing dengan ponakan Andi Rio di basis suara yang sama sehingga suara mereka terpecah,” imbuh Ali.
Menurut dia, mantan kepala daerah tersebut terlalu percaya diri bisa memenangkan pertarungan dengan dasar pernah berkuasa di suatu daerah. Selain itu, mereka juga kemungkinan tidak membekali diri dengan jaringan yang kuat dan pendanaan yang memadai.
“Seperti di Dapil 3, mantan bupati (Andi Mudzakkar) kalah bersaing dengan mantan pelaut sekaligus pengusaha, Unru Baso. Jadi ada kesalahan manajemen pemenangan pemilu,” imbuh Ali.
Andi Ali juga menyebutkan pendatang baru di Sulsel 2, Ismail Bachtiar di PKS mampu meraih suara signifikan, bahkan mengalahkan suara mantan kepala daerah, seperti Fahsar Padjalangi dan petahana Andi Rio Padjalangi dan Andi Akmal Pasluddin.
“Kekuatan baru menggembosi juga para figur mantan kepala daerah," ucap Ali.
Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI) Nursandy Syam menilai mantan kepala daerah tak mampu meraup dukungan signifikan di basis sendiri karena banyak caleg berkualitas yang juga bekerja meraup dukungan.
“Seperti mantan bupati Bone yang mesti berhadapan dengan figur sesama orang Bone seperti Nurdin Halid, Andi Rio Idris Padjalangi, Andi Amar Maruf Sulaiman, Andi Akmal Pasluddin, Ismail Bahtiar, dan Andi Muawiyah Ramli,” ujar Nursandy.
Selanjutnya, kata dia, persaingan di internal partai juga sangat ketat. “Mantan Bupati Bone (Andi Fahsar), Mantan Bupati Pangkep (Syamsuddin Hamid), Mantan Bupati Pinrang (Andi Aslam) dan Mantan Wali Kota Palopo (Judas Amir) adalah korban dari kerasnya persaingan di internal partai,” kata dia.
Tak kalah penting yakni strategi dan pergerakan yang mereka lakukan tidak tepat. “Faktor yang terakhir ini sangat mempengaruhi keterpilihan mereka,” ucap dia.
Direktur Eksekutif Polinet Rizal Fauzi menilai banyak petahana dan mantan kepala daerah tidak lolos ke Senayan karena beberapa faktor. Pertama, kata dia, adanya aturan partai membolehkan calon kepala daerah maju duluan di pileg, membuat caleg pendatang baru bersaing dengan mantan kepala daerah yang sudah habis masa jabatan.
"Fenomena politik sudah berbeda. Bukan lagi melihat figur dan bukan soal jaringan, tapi kaitan penguasaan struktur," ujar Rizal.
Menurut dia, faktor penempatan penjabat kepala daerah yang memiliki kemampuan menetralisir kebijakan bupati sebelumnya. Oleh sebab itu, kata Rizal, bisa dikata banyak mantan kepala daerah gagal mengintervensi aparatur sipil negara (ASN).
"Sehingga penetrasi terhadap kebijakan birokrasi dan mobilisasi ASN itu sulit dimanfaatkan oleh mantan kepala daerah. Penjabat kepala daerah menetralisasi atau menjadi menghalang mulusnya mantan bupati meraih mimpi. Saya pikir tantangan mantan kepala daerah itu karena dia terjebak dan terlalu percaya diri dengan kapasitas yang ada. Padahal realitanya sudah redup," ujar Rizal.
Selain itu, lanjut dia, penyebab dan tantangan bagi mantan kepala daerah adalah tergerusnya mobilisasi perangkat dan kekuatan finansial dibanding dengan calon lainnya.
Pengamat politik dari Unhas, Tasrifin Tahara menilai, pemilu kali ini memberi pelajaran dari peribahasa "panas setahun dihapus oleh hujan sehari."
"Artinya banyaknya para mantan sudah bekerja saat menjabat, tidak cukup menjadi modal sosial dalam Pileg," ujar dia.
Tasrifin mengatakan, setidaknya ada beberapa mantan kepala daerah yang menjabat selama dua periode, dianggap berhasil selama masa kepemimpinan dan dekat dengan rakyat, tetapi gagal meraup suara di Pileg.
"Ada beberapa faktor di antaranya ada gejala masyarakat cepat melupakan kebaikan pemimpinnya atau terlalu banyak kontestan yang memiliki ikatan yang lebih rasional sehingga mantan kepala daerah tidak dipilih," kata Tasrifin.
Dia menambahkan, fenomena kegagalan para mantan kepala daerah ini karena kurang merawat hubungan yang sudah lama terbina selama menjabat dengan pemilih di basis masing-masing.
"Dan yang paling terpenting adalah makna hubungan yang berbeda di masyarakat kita, hubungan masih menjabat dan hubungan setelah menjadi mantan," imbuh dia.
RMS Tatap Pilgub Sulsel
Sementara itu, Ketua Partai NasDem Sulsel Rusdi Masse Mappasessu berpeluang kembali memecahkan rekor suaranya pada Pemilu 2024 ini. Mantan Bupati Sidrap dua periode itu mencalonkan diri calon anggota legislatif (caleg) DPR RI di Daerah Pemilihan Sulsel III.
Merujuk pada perhitungan suara atau real count pemilihan umum legislatif (Pileg) 2024 di Sulawesi Selatan (Sulsel) terus diperbarui KPU. Khusus di daerah pemilihan (dapil) Sulsel III, real count KPU sudah mencapai 67 persen suara masuk.
Dilihat di laman pemilu2024.kpu.go.id, Rabu (21/2/2024), pada pukul 16.00 Wita, suara masuk progres 5410 dari 7955 TPS (68,01) persen. Dari data tersebut suara Rusdi Masse atau RMS mencapai 116.005 suara.
Dapil Sulsel III ini meliputi Kabupaten Toraja Utara, Sidrap, Pinrang, Enrekang, Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota Palopo. Caleg memperebutkan 7 kuota kursi Senayan di dapil ini.
Hasil yang ditampilkan KPU tersebut bukan hasil akhir Pemilu 2024. KPU menyatakan publikasi form model C/D hasil adalah hasil penghitungan suara di TPS dengan tujuan memudahkan akses informasi publik.
Kaitan hal ini, saat dimintai tanggapan perihal raih suara terbanyak, Rusdi Masse menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang masih mempercayakan untuk terpilih kembali dengan meraih suara signifikan di dapil Sulsel III pada Pileg 2024.
"Inilah pilihan masyarakat. Saya sebagai wakil rakyat dipilih kembali, menyampaikan terima kasih atas kepercayaan ini. Tentu ini adalah amanah harus saya akan perjuangkan aspirasi nantinya," kata Rusdi.
Peroleh suara yang dicapai RMS bukan hanya tertinggi di Dapil Sulsel III, melainkan tertinggi dari semua caleg yang maju di Dapil Sulsel I, II, dan III.
Dengan perolehan itu, menjadi modal besar bagi Rusdi untuk maju sebagai calon Gubernur Sulsel 2024. Belum lagi NasDem menjadi pemenang di DPRD Sulsel yang jumlah kursi mencapai 18-19. Bisa mengusung kader sendiri, karena maksimal mengusung figur di Pilgub Sulsel maksimal 17 kursi.
Terkait dirinya yang berpeluang maju di Pilgub Sulsel nantinya, RMS menyebutkan bahwa semua keputusan kembali pada DPP NasDem. Hanya saja saat ini belum ada tahapan Pilkada sehingga dirinya masih fokus menjalankan tugas di DPR RI.
"Sekarang saya masih jalankan tugas DPR RI. Kalau peluang, tentu semua orang yang ikut maju Pilgub dan Pilkada 2024, mereka berpeluang bisa diusung NasDem," ujar dia.
Rusdi mengaku mempertimbangkan untuk maju, karena semua keputusan dijalankan kader partai dengan melihat peluang dan dinamika politik jelang pilkada.
Tasrifin Tahara menilai, peluang Rusdi untuk maju Pilgub 2024 sangat terbuka lebar dengan raihan suara 115.501 suara. Menurut dia, faktor utama yang menjadi penopang utama dalam kontestasi Pilgub Sulsel karena Rusdi memiliki partai politik yang bisa dijadikan sebagai kendaraan politik.
"Artinya tiket untuk bertarung sudah tersedia. Kemudian track record sebagai politikus tidak diragukan dua periode bupati Sidrap dan dua periode anggota DPR RI," ujar dia.
Menurut Tasrifin, posisi Rusdi sebagai Ketua NasDem Sulsel yang memiliki pengalaman di eksekutif dan legislatif, bisa diperhitungkan dalam kancah Pilgub.
"Saya kira citra Partai NasDem sangat identik dengan Rusdi yang sudah memiliki basis yang jelas. Hal ini jelas terlihat dengan ikutnya dia dalam kontestasi selalu menang dengan perolehan suara yang cukup fantastis," ujar dia.
Tasrifin menilai, salah satu tantangan yang dihadapi Rusdi nantinya adalah persebaran dukungan di Sulsel. Selama ini, basis Rusdi hanya di Dapil Sulsel III ini meliputi Kabupaten Toraja Utara, Sidrap, Pinrang, Enrekang, Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota Palopo.
Artinya, ke depan Rusdi harus melakukan treatment khusus pada wilayah lain. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan basis-basis partai Nasdem di seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
"Kemudian, pada Pilgub 2024 pesaing dalam kontestasi sudah pasti memiliki modal dan kapasitas yang sudah mumpuni juga dalam bersaing," imbuh dia. (fahrullah-suryadi/C)