Jalani Rekonstruksi, Santri Ponpes Tahfizhul Quran Al-Imam Ashim Makassar Peragakan 19 Adegan Saat Aniaya Juniornya

  • Bagikan
ILUSTRASI (int)

Adapun 19 adegan yang diperagakan itu mulai dari saat pelaku dan korban sedang berada di kawasan perpustakaan pondok pesantren, sekitar pukul 10:00 Wita, Kamis (15/2/2024) lalu.
Dimana awalnya pelaku sedang duduk di dekat jendela perpustakaan tersebut dan korban datang lalu mengetuk-ngetuk jendela tersebut.

Pelaku yang merasa tersinggung atas tingkah korban itu kemudian menanyakan maksudnya. Korban yang saat itu diketahui hanya tersenyum dan tidak menjawab pernyataan pelaku langsung dianiaya menggunakan tangan kosong oleh pelaku.

"Betul, jadi kronologi juga tadi direkonstruksi. Awalnya korban bercanda mengetuk jendela, dimana pelakunya duduk pas di belakang jendela tersebut. Awalnya bercanda, setelah disampaikan bahwa korban yang melakukan, pelaku masuk ke dalam memiting (korban) dengan tangan kiri sambil jalan di bawa ke depan perpustakaan," ungkap Subhan.

"Di situ (korban) disiku dulu bagian perutnya tapi korban menahan dengan tangan. Korban terlempar baru pundaknya di tendang dengan lutut sebelah kanan, setelah itu ada ancang-ancang dilakukan (pelaku) dengan memukul bagian belakang kepala dekat telinga sebelah kiri korban," sambungnya.

Atas tindakan itu, korban kesakitan hingga dilarikan ke rumah sakit dan meninggal dunia beberapa hari setelah mendapatkan perawatan medis, tepatnya Selasa (20/2/2024) dini hari lalu. Korban dinyatakan meninggal dunia akibat pembuluh darah di bagian belakang kepalanya pecah.

"Jadi pukulan di kepala bagian belakang sebelah kiri itu terjadi pecah pembuluh darah (berdasarkan hasil analisis dokter) dan itu yang menyebabkan korban meninggal dunia," terang Subhan.

Saat ditanyakan apakah keluarga korban akan melakukan upaya hukum lain seperti yang disampaikan sebelumnya akan melayangkan gugatan Perdata termasuk kepada pihak Pondok Pesantren, Subhan menyampaikan sampai saat ini pihak keluarga korban masih fokus terhadap proses hukum pidana yang sedang berjalan.

Dia berharap proses hukum berjalan sesuai dengan yang diharapkan pihak keluarga korban. Meskipun diketahui orang tua dari pelaku merupakan seorang anggota Polri.

"Kita fokus di pidananya dulu seperti apa. Kita mengawal sama-sama nanti urusan perdatanya kita diskusikan lagi dengan pihak keluarga. Pihak keluarga mau agar pelaku dihukum semaksimal mungkin dengan tindakan yang dilakukan (pelaku). Dan semoga kejadian ini tidak terulang lagi di masa yang akan datang," pungkasnya.

Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Devi Sujana yang dikonfirmasi terpisah mengatakan proses rekonstruksi digelar secara tertutup mengingat kasus kekerasan ini melibatkan anak di bawah umur.

"Pelaku langsung dihadirkan tadi. Kita gelar tertutup karena masih di bawah umur, jadi yang boleh foto cuman penyidik," kata Devi.

Devi mengatakan, rekonstruksi ini digelar untuk menyamakan antara hasil BAP pelaku dan saksi. Termasuk untuk mempermudah proses pemberkasan antara kepolisian dan kejaksaan.

"Jadi tujuan rekonstruksi adalah pertama untuk menyelaraskan semua keterangan saksi-saksi maupun pelaku. Terus lagi menyamakan persepsi dengan jaksa, misalkan ada yang kurang biar penyidikan lancar dan cepat," sebutnya.

Selama rekontruksi berjalan, semuanya disebut singkron dengan hasil BAP pelaku dan saksi-saksi yang dihadirkan dari pondok pesantren.

Dengan begitu, dalam waktu dekat ini berkas perkara kasus ini akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan untuk proses hukum selanjutnya.

"Semua saksi yang kita minta keterangan dari anak santri di sana hadir semua. Jadi inikan sudah rekonstruksi, pemeriksaan saksi-saksi, ahli, keterangan dari hasil analisis dokter sudah kita terima juga, jadi mungkin Minggu ini langsung kita kirim berkasnya ke kejaksaan," kuncinya. (Isak Pasabuan/B)

  • Bagikan