WAJO, RAKYATSULSEL - Pengembangan budi daya kepiting bakau di Kabupaten Wajo sangat potensial. Kualitasnya ekspor diminati Singapura dan Tiongkok.
Pengembangan kepiting di Wajo menggunakan wadah galon bekas di Dusun Toboko, Desa Keera, Kecamatan Keera sejak 2017. Dengan memanfaatkan tambak seluas 45 meter persegi dengan ketinggian air payau sekitar 50 cm.
Kepiting berwadah galon ini memang menjadi alternatif pembudidayaan. Masyarakat fokus pada peningkatan kualitasnya berupa penggemukan. Setiap galon hanya diisi satu ekor kepiting saja.
“Jadi memang untuk penggemukan. Bukan perkembangbiakan,” ujar Kepala Dinas Perikanan (Diskan) Wajo", Andi Ismirar Sentosa, Rabu, (28/2/2024)
Bibit kepiting digunakan harus memiliki berat minimal 200 gram. Setelah dipelihara selama kurang lebih 15 hari dengan pakan ikan rucah dua kali sehari, bobot berat tubuh kepiting berkisar 350-450 gram.
“Dengan bobot seperti itu, harganya sudah mencapai Rp135 ribu per kilogram (kg). Dibandingkan ukuran standar cuma Rp35ribu per kilogram,” ucapnya.
Selain irit penggunaan pakan, kelebihan galon harganya murah diperoleh dari limbah rumah tangga dan usaha depot air mineral, daripada memakai keramba bambu atau jaring.
“Keunggulan galon juga tingkat mortalitas (kematian, red) sangat rendah. Paling tinggi 10 persen. Wadah lain dapat mencapai 30-40 persen. Kualitasnya bermutu, kualitas ekspor. Tidak ada kecacatan pada tubuh kepiting,” jelas Andi Ismirar.