Elite Partai Gagal Raih Kursi

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Status sebagai elite partai, khususnya ketua dan sekretaris tak menjadi jaminan keterpilihan bisa moncer. Buktinya, sejumlah ketua dan sekretaris partai politik hampir pasti gagal melenggang ke parlemen. Ironisnya, ada beberapa di antaranya yang berstatus petahana tapi, tidak mampu menjaga basis suara.

Berdasarkan hitungan sementara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), perolehan suara ketua dan sekretaris partai politik banyak yang rontok pada Pemilu 2024. Ketua Gelora Sulsel, Syamsari Kitta dan sekretaris Mudzakkir Ali Djamil sangat minim suara. Keduanya bertarung di daerah pemilihan Sulawesi Selatan Satu yang meliputi Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Selayar, dan Kota Makassar.

Di dapil ini, Ketua Partai Persatuan Pembangunan Sulsel, Imam Fauzan Amir Uskara juga bakal gagal lolos.
Pun, di dapil yang sama, Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sulsel, Muhammad Surya juga tak mampu meraih suara maksimal. Sekretaris PSI Sulsel, Maqbul Halim setali tiga uang. Perolehan suara caleg DPRD Sulsel dari Dapil Makassar A itu juga 'ngos-ngosan'.

Di Dapil Sulsel Dua, Ketua Golkar Sulsel Taufan Pawe, terancam tak dapat kursi DPR RI akibat persaingan internal Partai Golkar yang sangat sengit. Dapil II Sulsel meliputi Barru, Bulukumba, Bone, Maros, Pangkep, Sinjai, Soppeng, Wajo, dan Parepare. Sekretaris DPD I, Marzuki Wadeng juga gagal mengincar kursi DPRD Sulsel dari Dapil Sulsel VIII meliputi Soppeng dan Wajo.

Di Dapil Dua Sulsel untuk DPR RI, perolehan suara Ketua Partai Demokrat Sulsel, Ni'matullah juga anjlok. Wakil Ketua DPRD Sulsel itu, terancam 'pensiun' dari parlemen hingga 2029. Pun, nasib serupa dialami Sekretaris Haidar Madjid. Dua kali pemilu selalu lolos dari Dapil Makassar (B) untuk kursi DPRD Sulsel, namun kali ini dipastikan akan gagal terpilih.

Di Dapil Sulsel Tiga, Ketua Partai Keadilan Sejahtera Sulsel, Muhammad Amri Arsyid yang mengincar kursi DPR RI juga tak mampu berbuat banyak. Amri kalah bersaing di dapil yang meliputi Enrekang, Pinrang, Sidrap, Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota Palopo. Kondisi serupa juga dialami Sekretaris PKS Sulsel Rustam Ukkas yang maju di DPR RI dari Dapil Sulsel II.

Masih di Dapil Sulsel III, Ketua Hanura Sulsel, Amsal Sampetondok juga gagal. Sekretarisnya, Muh Asdar juga bernasib sama. Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulsel, Azhar Arsyad juga terancam tak terpilih lagi dari Dapil Sembilan Sulsel. Sekretaris PKB Sulsel, Muhammad Haekal juga gagal di Dapil Makassar B.

Ketua Perindo Sulsel, Sanusi Ramadhan yang mengincar kursi DPRD Sulsel, juga tak berhasil. Sekretaris Hilal Syahrim yang 'hanya' caleg DPRD Makassar pun tak berkutik. Begitu juga dengan Ketua PBB Sulsel, Badaruddin Puang Sabang, gagal meraih kursi di tingkat provinsi. Ketua Partai Ummat Sulsel, Abd Hakim juga gagal.
Sementara itu, Sekretaris PDIP Sulsel Rudi Pieter Goni dan Sekretaris PAN Sulsel, Andi Jamaluddin Jafar sama-sama anjlok dalam pemilihan.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Rizal Pauzi menyebutkan, dalam kajian akademik, kegagalan pimpinan partai itu tentu tidak lepas dari berbagai faktor. Menurut dia, kunci kemenangan dari seorang kandidat itu setidaknya punya popularitas dan punya struktur yang jelas.

"Serta punya dukungan finansial, tim yang kuat, dan sumber daya dukungan birokrasi atau sejenisnya yang dimobilisasi," ujar Rizal, Rabu (28/2/2024).

Menurut Rizal, kendala dari hampir semua pimpinan partai ini yang gagal adalah karena keterbatasan dari sisi instrumen lain. Di antaranya belum adanya dukungan finansial. Selain itu, mereka terlena dengan struktur partai dan tidak berjalannya struktur-struktur yang diandalkan.

"Dan tentu juga di Sulawesi Selatan ini fenomena yang utama adalah keterpilihan itu bukan karena ideologi partai tapi karena figur," imbuh dia.

Dia mengatakan, publik hanya menganggap sebagai pimpinan partai itu cenderung kurang diminati masyarakat ketimbang figur yang punya branding personal yang lebih bagus.

"Misalnya rajin mengunjungi masyarakat, rajin blusukan, berbagi sembako, dan souvernir itu jauh disenangi masyarakat ketimbang sekadar menjadi pimpinan partai," ujar dia.

Lebih jauh Rizal mengatakan, gagalnya elite partai tersebut menandakan ada masalah kaderisasi di internal partai politik. Menurut dia, pimpinan partai politik ini tidak mampu mengorganisasi struktur-struktur partai hingga di tingkat ranting.

"Dan memang tidak bisa dipungkiri bahwa rata-rata masalah struktur partai itu tidak berjalan dengan baik tanpa dukungan finansial yang kuat," ucap dia.

Dia mengatakan, salah satu masalah yang bisa dilihat dari kurang berjalannya mesin partai itu adalah sulitnya mengorganisasi saksi saat pemilihan berlangsung. Publik bisa melihat hampir semua partai itu terkendala dengan pengumpulan C-1.

"Itu menandakan bahwa struktur manajemen partai dalam mengelola saksi saja itu belum optimal sehingga menandakan bahwa struktur partai itu tidak bekerja optimal di Pemilu 2024 ini," kata Rizal.

Direktur Nurani Strategic, Nurmal Idrus melihat beban ketua dan sekretaris partai cukup berat karena memiliki tugas untuk memenuhi target yang diberikan DPP.

“Mereka harus melakukan konsolidasi di seluruh Sulawesi selatan sementara mereka juga harus konsentrasi di dapil. Ini yang menjadi salah satu masalah," ujar Nurmal.

Nurmal menilai, upaya sosialisasi yang dilakukan pimpinan partai tidak dimanfaatkan dengan baik untuk endorse dirinya sendiri. Akibatnya, sesama kader lain fokus untuk diri sendiri bisa meraih suara yang lebih banyak.

“Mereka juga kurang memanfaatkan struktur. Karena kalau secara struktur pasti pimpinan lebih unggul karena mengendalikan anak buah hingga paling bawah,” kata dia.

Nurmal pun menyebutkan para ketua partai yang gagal hanya mengharapkan pengurus kabupaten dan kecamatan memberikan bantuan tanpa ada hal lain. “Seharusnya ketua partai itu membuat manajemen tersendiri dengan memanfaatkan kelebihan struktur itu,” imbuh Nurmal.

Sementara itu, Direktur Politik Profetik Institute, Muhammad Asratillah melihat banyak ketua dan sekretaris partai politik yang tidak lolos sebagai wakil rakyat karena tidak ada garansi seorang ketua akan dengan mudah memenangkan kontestasi pemilihan legislatif.

“Dan ini merupakan salah satu konsekuensi sistem pemilihan proporsional terbuka. Yang menjadi ukuran keterpilihan sepenuhnya adalah elektabilitas. Karier dan posisi di partai tidak menjadi ukuran,” kata Asratillah.

Menurut dia, hal ini juga mengindikasikan adanya semacam kegagalan sinergitas di antara pengurus parpol itu sendiri. “Karena bila dipikir, semestinya ketua partai dengan akan mudah memanfaatkan infrastruktur partai untuk mendulang suara, dan ini menunjukkan loyalitas pengurus di semua jenjang kepengurusan partai begitu rapuh dan goyah,” ucap dia.

Selain itu, kata Asratillah, tidak bisa dipungkiri bahwa kepengurusan partai tidak begitu kedap terhadap praktik jual beli suara. “Banyak informasi dari bawah, bagaimana misalnya seorang pengurus partai di tingkat kecamatan ikut menjadi tim sukses caleg dari partai lain, hanya karena diiming-imingi sejumlah uang,” duga dia.

“Ini berarti partai politik gagal membangun kepengurusan yang loyal secara ideologis. Loyalitas yang mereka bangun adalah loyalitas yang hampir sepenuhnya pragmatis-ekonomis, dan ini akan melahirkan kader-kader partai yang mudah berpindah hati bergantung tawaran keuntungan materi yang ditawarkan ke mereka,” sambung Asratillah.

Optimisme PPP

Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara optimistis partainya akan memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) 4 persen. Dia mengatakan, hasil hitung cepat lembaga survei akan keliru lagi pada pemilu kali ini.

"Intinya kami masih optimistis, PPP lolos ke parlemen karena beberapa daerah yang menjadi basis menyumbang suara terbanyak," kata Amir.

Seperti diketahui, untuk melenggang ke parlemen dibutuhkan parliamentary threshold dengan perolehan suara 4% dari total suara nasional. Sedangkan, hasil sementara real count nasional menempatkan PPP berada di peringkat kesembilan atau posisi cekak dalam peraih suara terbanyak pada pemilihan legislatif atau Pileg 2024.

Hal ini membuat Amir Uskara yang juga kini anggota DPR RI, merespons anggapan PPP tak lolos PT tersebut. Menurut dia, para caleg DPR RI berpotensi terpilih dari PPP saat ini kondisinya mayoritas dari masing-masing dapil se-Indonesia diisi para petarung yang punya basis massa besar.

"Kami sudah punya data. Jadi kalau yang tidak yakin suruh tunggu saja tanggal 20 Maret kalau tidak yakin," imbuh dia.

Mantan Ketua DPW PPP Sulsel ini sudah menghitung kursi DPR RI caleg PPP dari dapil Sulsel 1, II dan III masuk di Senayan. Bahkan jumlah suara partai dan caleg khusus dapil Sulsel I meliputi Kota Makassar, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Selayar. Kata dia, melampaui di atas 200-an ribu.

Selain itu, Amir Uskara menegaskan pantauan hitungan real count sementara KPU untuk DPRD Sulsel di 11 dapil khusus Sulsel, PPP masuk ke III atau ke IV besar, artinya posisi wakil Ketua DPRD Sulsel adalah jatah PPP.

"Target umum PPP (DPR RI dan provinsi). Kalau di Sulsel itu masuk empat besar. Artinya, insyaallah dapat pimpinan," kata Amir. (suryadi-fahrullah/C)

  • Bagikan

Exit mobile version