RAKYATSULSEL- Salah satu solusi untuk mengatasi bibir kering akibat puasa adalah mengoleskan pelembab bibir yang bentuknya berupa lipstik. Berbagai pekerjaan juga menuntut perempuan untuk bisa berpenampilan menarik, salah satu caranya adalah dengan ber-makeup. Dengan banyaknya kosmetik yang ada, satu produk yang tidak pernah terlewatkan bahkan selalu dibawa adalah produk bibir alias lipstik. Meski berpuasa, umat Islam masih tetap menjalankan tanggung jawab dan pekerjaan seperti sedia kala, sehingga beberapa perempuan pun tetap harus tampil rapi dan menarik meski sedang menjalankan puasa.
Semua bahan kecantikan yang diletakkan di kulit luar, baik yang berbau maupun yang tidak berbau, baik untuk pengobatan, dan pelembab maupun untuk kecantikan, atau tujuan lainnya, tidaklah termasuk pembatal puasa. Hal ini sudah disetujui oleh para imam madzhab, termasuk madzhab Imam Syafi'i yaitu diperbolehkan seseorang menggunakan lipstik atau lipgloss untuk melembabkan bibir atau hidungnya, namun perlu dijaga agar tidak ada bagian yang masuk ke perutnya dengan sengaja," ucap Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin dalam Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin.
Berbeda halnya jika bagian dari bahan lipstik tertelan sampai masuk ke bagian tenggorokan, maka dalam keadaan demikian puasanya dihukumi batal. Namun, jika hanya menempel di bibir atau hanya berada dalam daerah mulut dan tidak ada bagian dari lipstik tersebut yang masuk ke tenggorokan, maka puasanya tetap dihukumi sah. Dikutip dari website bincangsyariah.com memaparkan sebagai berikut:
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Ibanatul Ahkam berikut:
يفطر الصائم مما يدخل إلى جوفه من منفذ كفمه وأنفه ولذا كرهت المبالغة في المضمضة والاستنشاق للصائم
Puasa seseorang menjadi batal karena sesuatu yang masuk ke dalam tubuhnya melalui lubang seperti mulut dan hidung. Oleh karena itu, hukum tindakan berlebihan dalam berkumur dan menghirup air ke dalam hidung makruh bagi orang yang berpuasa. Namun meski tidak membatalkan puasa, namun memakai lipstik saat berpuasa sebaiknya dihindari. Ini demi untuk lebih berhati-hati agar bahan lipstik tersebut tidak tertelan. Karena jika tertelan meskipun sedikit, maka puasanya bisa batal.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin pernah ditanya tentang hukum menggunakan krem bagi orang puasa untuk menghilangkan kekeringan di bibir (lip balm) yang dikutip muslimah.or.id: Beliau menjawab: Dibolehkan bagi seseorang untuk melembabkan bibir atau hidungnya dengan menggunakan krim, atau membasahinya dengan air, atau dengan kain atau semacamnya. Namun perlu dijaga, jangan sampai ada bagian yang masuk ke perutnya. Jika ada yang masuk ke perut tanpa sengaja maka puasa tidak batal. Sebagaimana orang yang berkumur, kemudian tiba-tiba ada bagian yang masuk ke perut tanpa sengaja, puasanya tidak batal. (Majmu’ Fatawa Ibn Utsaimin, 19: 224)
Hukum asal semua yang untuk hiasan dan kecantikan adalah halal dan boleh, Allah Ta'ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al Baqarah: 29).
Dan bisa jadi mustahab (sunnah) jika tujuannya berhias untuk suami, hal ini termasuk perkara yang disyariatkan. Akan tetapi ini terbatas, jika tidak digunakan pada perkara yang haram, seperti berhias untuk orang yang tidak boleh menampakkan perhiasan kepada mereka dari orang laki-laki asing, ada syarat lainnya yaitu; tidak mengandung bahan yang akan membahayakan tubuh, atau mengandung bahan yang najis, seperti minyak babi, maka jika demikian hukumnya haram; karena manusia itu dilarang untuk melakukan hal yang membahayakannya.
Berdasarkan sabda Nabi –shallahu ‘alaihi wa sallam-:
لا ضرر ولا ضرار
“Tidak membahayakan dan tidak mendapatkan bahaya (dari orang lain)”.
Syeikh Ibnu Utsaimin berkata, Memerahkan bibir (berlipstik) tidak masalah karena hukum asalnya mubah sampai ada penjelasan keharamannya, akan tetapi jika jelas-jelas akan membahayakan bibir, akan menjadikan kering, menghilangkan kelembaban dan kandungan minyaknya, maka dalam kondisi seperti ini dilarang, saya pernah mendapatkan kabar ada yang sampai menjadikan bibirnya pecah-pecah, jika memang demikian maka manusia dilarang untuk mengerjakan sesuatu yang membahayakannya. (jp/raksul)