Penulis: Acram Mappaona Azis
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Rezim baru BUMD mulai diperkenalkan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD sebagai pengganti Undang-undang Nomor Nomor 5 Tahun 1967 tentang Perusahaan Daerah yang dicabut oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kekosongan peraturan tentang Perusahaan Daerah, diisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017, yang kemudian lebih spesifik diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Komisaris, Direksi BUMD.
Pemerintah Sulawesi Selatan kemudian menyambut semangat baru BUMD dengan melahirkan Perda Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan Bentuk Hukum Perusahaan Daerah Sulawesi Selatan menjadi Perseroan Daerah.
Perda ini kemudian melahirkan akta pendirian Nomor 11 Tanggal 08 September 2020 dibuat oleh dan di hadapan Sahabuddin Nur, SH., Mkn., notaris di Kota Makassar, dengan nama Perseroda PT Sulsel Citra Indonesia.
Spirit baru BUMD sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan tersebut, diharapkan BUMD dapat memiliki etos kerja yang baik, profesional, dan tidak mendapatkan intervensi berlebihan dari Kepala Daerah.
Dalam perjalanannya, PT SCI kemudian melakukan transformasi, membenahi organ perseroda, melakukan transpransi, dan terakhir melakukan kewajiban untuk seleksi dalam pengisian Dewan Komisaris dan Direksi.
Turbulensi kemudian dialami PT SCI, ketika Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan menerbitkan SK Nomor: 1336/IX/ Tahun 2023, yang mengangkat Tanri Abeng sebagai Penjabat Komisaris.
Pengangkatan tersebut tidak melalui suatu proses seleksi, termasuk batas maksimal usia Dewan Komisaris yang mensyaratkan maksimal 60 tahun.
Selain itu, kewenangan Penjabat Gubernur yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 4 tahun 2024 dibatasi, bahkan bersifat larangan bagi Penjabat Gubernur melakukan perbuatan hukum administrasi negara yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pemerintahan sebelumnya.
Penggunaan wewenang yang melampaui batas, dilakukan Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan terkait dengan kisruh di PT SCI, kemudian menimbulkan pertanyaan.
Apakah kewenangan tersebut bersifat mendesak, dalam hal ini terdapat pengunaan deskresi, atau bagian dari kejahatan administrasi.
Untuk menjawab hal tersebut, perlu diperhatikan kepentingan pribadi dari Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan yang berkorelasi dengan kepentingan pribadi Tanri Abeng.
Hal ini menjadi ruang pribadi, karena diketahui, tidak terdapat ruang keterpaksaan dan dalil yuridis untuk kebijakan yang dikeluarkan.
Pertama, Tanri Abeng tidak melalui seleksi dan melewati batas umur, sehingga terdapat subjektifitas dalam proses pengangkatan sebagai Penjabat Komisaris.
Kedua, masuknya Tanri Abeng di Perseroda sebagai Penjabat Komisaris, tidak membawa nilai investasi, melainkan membawa gerbong pribadi dengan dalil untuk meningkatkan kinerja perseroda.
Hal ini pun tidak berdasarkan hukum, dengan melihat kinerja PT SCI yang menunjukkan peningkatan, dan melakukan pembenahan organ, dan kerjasama bisnis to bisnis.
Ketiga, Tanri Abeng sebagai Penjabat Komisaris, justru melakukan perbuatan hukum yang mengambilalih kewenangan direksi, dengan membuat surat-surat untuk dan atas nama PT SCI.
Keempat, Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan tidak memiliki kerangka visi dan misi, sebagaimana layaknya Gubernur yang dipilih melalui suatu proses Pemilu Kepala Daerah.
Kelima, subjektivitas dan hubungan antara Pj Gubernur dengan Tanri Abeng tentu perlu ditelusuri lebih mendalam, dengan memperhatikan track record Tanri Abeng di Sulawesi Selatan dan saat menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Badan Usaha Milik Negara di era Orde Baru.
Hal tersebut di atas perlu mendapatkan perhatian serius, terutama DPRD Sulawesi Selatan. Kebijakan Pj Gubernur Sulawesi Selatan sejak mulai menjabat sampai dengan merasuki PT SCI menimbulkan pertanyaan besar.
Apakah untuk kepentingan masyarakat Sulawesi Selatan, atau kepentingan dalam kesempatan. Hal ini memerlukan hak interpelasi dan atau hak angket, agar PT SCI tidak dimanfaatkan untuk menampung pengusaha pengangguran yang berharap mendapatkan suntikan Modal dari APBD dan atau BUMD dan BUMN.
Untuk hal tersebut, jika penggunaan wewenang sudah salah sejak awal, maka kesalahan berulang akan berlanjut jika tidak segera dihentikan. Termasuk evalusi program pisang candevish yang per hari ini belum dilkukan evaluasi terkait hasil panen dan nilai eksport yang dihasilkan.
Menutup tulisan ini, perlu dipahami bahwa tatanan administrasi negara yang melampaui wewenang akan cenderung melahirkan perilaku korupsi. (*)