WASHINGTON, RAKYAT SULSEL.CO – Operasional TikTok di Amerika Serikat terancam. Hal itu pasca DPR AS menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang mewajibkan perusahaan Tiongkok yang menaungi TikTok, ByteDance, untuk mendivestasi asetnya di AS. Keputusan parlemen AS itu memantik amarah dari Tiongkok.
Bytedance hanya diberi jangka waktu enam bulan setelah RUU itu disahkan. Jika tidak dilakukan, aplikasi populer itu akan dilarang beroperasi di AS. RUU itu menjadi ancaman terbesar bagi TikTok sejak pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump.
Dilansir dari Voice of America (VOA), CEO TikTok Shou Zi Chew mengingatkan jika RUU itu disahkan maka akan berdampak pada sektor UMKM AS.
’’(Pelarangan Tiktok) akan mengurangi pendapatan para kreator konten dan pengusaha mikro hingga miliaran dolar. UU itu juga akan mengancam 300.000 lapangan kerja di Amerika,’’ ujarnya dalam unggahan video.
Chew memastikan perusahaannya tidak akan berhenti berjuang. Ia menambahkan, mereka akan menggunakan hak hukumnya melawan RUU yang dinilai sepihak itu.
Nasib TikTok yang digunakan oleh sekitar 170 juta penduduk AS, telah menjadi masalah besar di Washington. Sejumlah anggota kongres mengatakan, kantor mereka menerima telepon bertubi-tubi dari para remaja pengguna TikTok yang menentang legislasi itu.
Di sisi lain, RUU itu dipanjang menjadi langkah terbaru Washington untuk mengatasi kekhawatiran soal ancaman keamanan nasional dari Tiongkok.
Dilansir dari Agence France-Presse (AFP), Tiongkok pun berang. Negeri Tirai Bambu menyebut persetujuan kongres AS pada RUU itu sebagai ‘sepenuhnya mengikuti logika bandit’. Sebab, RUU itu memaksa TikTok untuk memutuskan hubungan dengan perusahaan induknya di Tiongkok, atau siap gigit jari dilarang di AS.
’’RUU yang disahkan oleh DPR AS menempatkan AS pada sisi yang berlawanan dari prinsip-prinsip persaingan yang sehat dan peraturan ekonomi dan perdagangan internasional,’’ kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin pada konferensi pers rutin.
Dia menambahkan, jika apa yang disebut alasan keamanan nasional dapat digunakan secara sewenang-wenang menekan perusahaan-perusahaan unggulan negara lain, maka hal itu menjadikan tidak adanya prinsip keadilan sama sekali.