MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Mantan Direktur Utara PT Sulsel Citra Indonesia (Perseroda) dan eks Direktur Pengembangan Usaha PT SCI Sulsel Dedy Irfan Bachri resmi mengajukan keberatan kepada Penjabat Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin. Surat keberatan tersebut diajukan, Kamis (21/3/2024).
Kuasa hukum Rendra dan Dedi, Acram Mappaona Azis mengatakan, keberatan tersebut merupakan upaya administrasi yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) dan Pasal 77 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014. Menurut Acram, atas upaya itu pihaknya meminta Penjabat Gubernur Sulsel bisamembatalkan SK Nomor 220/II/ Tahun 2024 dan SK Nomor 221/II/ Tahun 2024 yang menimbulkan kegaduhan di lingkungan PT Sulsel Citra Indonesia (Perseroda).
"Tindakan Pj Gubernur Sulsel sangat terang dan nyata menimbulkan permasalahan dengan mengutak atik komisaris dan direksi di PT SCI. Hal tersebut dilakukan dengan cara yang tidak bersesuain dengan UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa setiap keputusan terkait pengangkatan, pemberhentian direksi dan komisaris harus dilaksanakan melalui suatu RUPS Luar Biasa," ujar Acram.
Dia mengatakan, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) telah mengalami deregulasi dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 dan dijabarkan dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2018.
Acram menjelaskan, polemik di PT SCI bermula saat Pj Gubernur secara diam-diam mengangkat Tanri Abeng sebagai komisaris utama, tanpa melalui suatu proses seleksi, dan telah melewati batasan umur untuk menduduki jabatan komisaris.
Awalnya Tanri Abeng diangkat sebagai Pelaksana Tugas Komisaris melalui SK Nomor: 1500/X/ Tahun 2023 tanggal 19 Oktober 2023. Pengangkatan tersebut tidak memiliki dasar hukum, karena tidak ada kekosongan Komisaris dan tidak terdapat suatu keadaan memaksa atau mendesak.
Selain itu, usia Tanri Abeng sudah melewati batas usia maksimal untuk menjadi Komisaris di BUMD. Berdasarkan Pasal 38 huruf (g) PP Nomor 54/2018 disebutkan untuk komisaris berusia maksimal 60 tahun pada saat pertama kali mendaftar," beber Acram.
Tidak sampai di situ saja, lanjut Acram, Pj Gubernur Sulsel juga memberhentikan tiga Direksi PT SCI, dikenal dengan pemberhentian sewaktu-waktu, melalui SK Nomor 220/II/ Tahun 2024. Menurut dia, pemberhentian tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 105 UU PT, diketahui pemberhetian sewaktu-waktu hanya dapat dilakukan melalui RUPS, dan wajib hukumnya memberitahukan terlebih dahulu. Selain itu dikenal hak membela diri yang wajib diberikan kepada Direksi yang diberhentikan, melalui forum RUPS.
"Ini sangat fatal dan berpotensi menimbulkan kerugian negara, karena pengangkatan Tanri Abeng cacat hukum, sehingga secara mutatis mutandis batal demi hukum," tegas Acram.
Atas langkah Pj Gubernur Sulsel itu, Rendra Darwis yang diberhentikan secara sewenang-wenang, menempuh jalur hukum melalui gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Makassar.
Pemberhentian Direksi yang dilakukan dengan SK 220 kemudian menimbulkan permasalahan, karena konsideran jelas merujuk pada PP 54/2017 dan Permendagri 37/2018, sementara klausula objektif dalam surat keputusan bertentangan dengan kedua peraturan tersebut, sehingga tidak memenuhi syarat objektif, dan patut dinyatakan batal demi hukum.
Meskipun, demikian Pj Gubernur bersama-sama Asisten II Propinsi Sulsel terus menerus melakukan pembunuhan karakter, yang merendahkan harkat dan martabat Rendra dan Dedi, melalui pernyataan-pernyataan menyesatkan. Seolah PT SCI sedang dalam masalah.
"Tanpa disadari, perbuatan tersebut telah menimbulkan permasalahan hukum, yang akan merugikan PT SCI, dalam menjalankan fungsinya sebagai BUMD," imbuh Acram.
Acram menjelaskan, sesuatu yang batal demi hukum, maka dianggap tidak pernah ada, dan akan menimbulkan pertanggungjawaban personal terhadap masing-masing pihak yang dengan bebas menggunakan keuangan PT SCI.
"Keuangan PT SCI merupakan keuangan negara yang dipisahkan, dan jika terjadi risiko, maka rumusan delik korupsi menjadi terang," jelas Acram.
Lebih jauh dia mengatakan, tanpa legal standing yang sah, Pj Gubernur Sulselyang melakukan pembiaran, dan justeru menggunakan kewenangannya, telah melemahkan PT SCI dan membiarkan pengelolaan Perseroda tersebut oleh pelaksana tugas yang diangkat dengan melawan hukum.
"Dengan keberatan yang dilakukan Rendra dan Dedi, diharapkan masyarakat Sulsel bisa melihat, bagaimana Pj Gubernur Sulsel telah melakukan abouse of power, atau kesewenang-wenangan. Hal ini nyaris tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum, yang seharusnya bisa langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait hal ini," ucap Acram.
Tidak sampai di situ, bahkan DPRD yang sudah mengetahui terdapat permasalahn hukum, namun tidak melakukan perbuatan-perbuatan pencegahan, bisa terseret dalam perkara ini. Hal ini dikenal dengan persetujuan diam-diam, sehingga menimbulkan beragam persepsi.
"Jika Pj Gubernur Sulsel jeli dan memahami risiko, maka sudah seharusnya keberatan yang diajukan Rendra dan Dedi menjadi perhatian serius. Demikian halnya DPRD, yang jika tidak berusaha mencegah, maka akan menjadi pihak yang dianggap bersama-sama melakukan permufakatan, yang berpotensi menimbulkana kerugian negara. Untuk hal ini, Tim Hukum Rendra dan Dedi akan berkonsultasi dengan Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini dilakukan sebagai tanggungjawab moral, agar tidak terjadi kerugian yang lebih besar di lingkungan PT SCI," jelas Acram. (*)