MAKASSAR, RAKYATSULSEL- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 per 31 Maret 2024 kemarin.
Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.
Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan Countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (Landmark Policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengungkapkan, selama empat tahun implementasi, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp830,2 triliun. Diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
"Sebanyak 75 persen dari total debitur penerima stimulus adalah segmen UMKM, atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp348,8 triliun," ujar Mahendra dalam keterangan resminya.
Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi, tren kredit restrukturisasi terus mengalami penurunan baik dari sisi outstanding maupun jumlah debitur. Pada Januari 2024, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun signifikan menjadi sebesar Rp251,2 triliun yang diberikan kepada 977 ribu debitur.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan, dalam menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus Covid-19, OJK telah mempertimbangkan seluruh aspek secara mendalam yaitu dengan melihat kesiapan industri perbankan, kondisi ekonomi secara makro dan sektoral, serta menjaga kepatuhan terhadap standar internasional.
"Berdasarkan evaluasi dan laporan uji ketahanan perbankan menjelang berakhirnya stimulus, potensi kenaikan risiko kredit (NPL) dan ketahanan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik," ujarnya.
Outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 perbankan terus mengalami penurunan namun tingkat pencadangan (CKPN) yang dibentuk Bank terus meningkat, melebihi periode sebelum pandemi. Kondisi ini merupakan cerminan kesiapan perbankan yang dinilai telah kembali pada kondisi normal secara terkendali (Soft Landing) mengakhiri periode stimulus.
"Di sisi lain, seiring dengan pandemi yang mereda dan pencabutan status pandemi oleh Pemerintah, perekonomian Indonesia di hampir seluruh sektor juga kembali pulih dengan pertumbuhan 5,04 persen pada tahun 2023," jelasnya.
Dian menambahkan, dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kebijakan stimulus OJK yang merupakan kebijakan sangat penting (Landmark Policy) dalam menjaga ketahanan sektor perbankan selama masa pandemi, berakhir sesuai dengan masa berlakunya.
"Kontribusi ini merupakan kisah keberhasilan kontribusi signifikan sektor perbankan menopang perekonomian nasional melewati periode pandem," pungkasnya.
Untuk memastikan kelancaran normalisasi kebijakan tersebut, bank tetap dapat melanjutkan restrukturisasi kredit Covid-19 yang sudah berjalan. Sedangkan permintaan restrukturisasi kredit baru dapat dilakukan dengan mengacu pada kebijakan normal yang berlaku yaitu POJK No. 40/2019 tentang Kualitas Aset. (Hikma/B)