MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kejaksaan Negeri Makassar terus mendalami dugaan korupsi pengelolaan dana hibah di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Makassar periode 2022-2023. Penyelidik akan melakukan pemeriksaan lanjutan dengan memanggil saksi-saksi.
"Untuk penetapan tersangka masih belum karena masih proses penyelidikan. Dalam waktu dekat ada pemeriksaan lanjutan setelah libur Lebaran," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Makassar, Andi Alamsyah, Rabu (17/4/2024).
Ia juga menjelaskan, sejak kasus ini ditangani sudah ada delapan orang dipanggil penyidik ke Kejari Makassar untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Alamsyah menolak membeberkan nama-nama saksi yang diperiksa tersebut.
Sebelumnya, Alamsyah menyebutkan ada empat tambahan saksi yang diperiksa dari jajaran pengurus KONI Makassar. Sehingga sudah enam orang yang telah diperiksa, termasuk Ketua KONI Ahmad Susanto dan mantan Kadispora Makassar, Andi Pattiware.
Keempat orang yang dimaksudkan itu diantaranya WH, jabatan Wakil Bendahara Umum KONI Makassar, TNT selaku Sekretaris Umum KONI Makassar, HK selaku Wakil Ketua Umum I KONI Makassar, dan TR selaku Wakil Ketua Umum II KONI Makassar.
"Sejauh ini telah ada delapan orang saksi yang telah diperiksa, di antaranya Ketua KONI Kota Makassar, eks Kadispora, dan pengurus KONI Kota Makassar," imbuh dia.
Sementara saat ditanyakan mengenai potensi kerugian negara berdasarkan hasil penyelidikan terbaru, Alamsyah mengaku belum sampai ke tahapan tersebut dikarenakan pihaknya masih fokus pada pemeriksaan saksi-saksi.
"Untuk audit kerugian negara belum karena masih proses penyelidikan. Tim masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang kami anggap dapat memberikan keterangan untuk membuat terang kasus ini," ujar dia.
Kasus dugaan korupsi berupa penyimpangan pengelolaan dana hibah untuk KONI Makassar periode 2022-2023 yang saat ini sedang diusut penyidik Kejari Makassar, menyisakan pertanyaan besar. Utamanya pada anggaran atau dana hibah yang digelontorkan Pemkot Makassar melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) kepada KONI Makassar tahun 2022. Dimana dalam pernyataan beberapa pihak ternyata ada selisih angka yang cukup fantastis.
Sebagaimana diketahui, dalam dua tahun terakhir yakni 2022-2023, Dispora Makassar menggelontorkan anggaran kepada KONI Makassar kurang lebih Rp 60 miliar. Dengan rincian tahun 2022 KONI Makassar diketahui mendapat anggaran hibah kurang lebih Rp 31 miliar, sedangkan 2023 sebesar Rp 35 miliar.
Anggaran yang diterima KONI Makassar dalam dua tahun terakhir itu ikut diperkuat oleh pernyataan mantan Kadispora Makassar, Andi Pattiware saat diwawancara beberapa waktu lalu.
Menurut dia, Dispora Makassar sebagai penyalur dana hibah Pemkot Makassar kepada KONI Makassar saat itu menggelontorkan anggaran kurang lebih Rp 60 miliar. Dengan rincian, tahun 2022 sebanyak Rp 31 miliar dengan sumber anggaran Pokok sebesar Rp 20 miliar dan disusul anggaran Perubahan Rp 11 miliar. Sedangkan tahun 2023 yang tidak dijelaskan sumbernya itu sebesar Rp 35 miliar.
"Anggaran 2022 Pokok itu Rp 20 miliar, terus di Perubahan itu Rp 11 miliar yang diperuntukan untuk bonus atlet (kegiatan pekan olahraga). Jadi tahun 2023 ada porkot sebesar Rp 35 miliar. Kurang lebih segitu (Rp 60 miliar lebih)," ungkap Andi Pattiware, beberapa waktu lalu.
Namun besaran anggaran yang digelontorkan Pemkot Makassar pada KONI Makassar itu dinilai Ketua KONI Makassar, Ahmad Susanto terlalu besar. Dalam wawancara, Senin (18/3/2024), ia mengungkapkan jika anggaran yang diterima pihaknya pada tahun 2022 hanya kurang lebih Rp 20 miliar.
"Banyak sekali itu kalau Rp 60 miliar (2022-2023). Kemarin itu yang diperiksa 2022, 2022 itu hanya Rp 20 miliar," kata Ahmad Susanto.
Sebelumnya, peneliti Anti-Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Ali Asrawi Ramadhan yang ikut menyoroti kasus ini mengatakan, pemberian dana hibah terhadap salah satu lembaga non pemerintah telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 99 Tahun 2019 tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011, tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut dia, dalam aturan tersebut salah satu poinnya adalah dana hibah tidak terus menerus digelontorkan setiap tahunnya kepada lembaga yang sama.
"Seperti penerima dana hibah itu tidak terus menerus setiap tahun. Juga setiap penggunaan dana hibah, harus punya laporan penggunaan hibah, surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) dan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan," tutur Ayi sapaan akrab Ali Asrawi Ramadhan.
Ia menjelaskan, proses permohonan hingga proses akhir pertanggungjawaban perlu dilihat rantai koordinasinya, sehingga pemerintah daerah juga mengetahui rangkaian proses hibah tersebut.
Dengan begitu, aparat penegak hukum dalam hal ini Kejari Makassar diminta untuk turut memeriksa semua pihak yang mengetahui aliran dana hibah tersebut guna pengungkapannya secara terang.
"Jadi selain KONI sebagai pengguna, semua pihak juga mesti diperiksa. Makanya penting bagi Kejaksaan selain memeriksa semua yang terlibat, juga mesti transparan dalam menangani ini," pesan Ayi.
Ayi juga menyarankan, dana hibah yang rawan diselewengkan sebenarnya bisa dihindari jika pemerintah daerah aktif dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Salah satunya adalah meminta laporan pertanggung jawaban anggaran dana hibah kepada lembaga yang menerima.
"Ini sebenarnya bisa dihindari jika pemerintah daerah itu rajin menagih kerja-kerja produktif ormas untuk masyarakat dan melakukan evaluasi terhadap hibah yang telah diberikan untuk mengukur capaian. Jadi anggaran masyarakat dapat digunakan sebaik mungkin," sebut dia. (isak pasa'buan/C)