Arung Palakka La Tenri tatta lahir di Lamatta, Mario-ri Wawo, Soppeng, pada tanggal 15 September 1634 sebagai anak dari pasangan La Pottobune', Arung Tana Tengnga'e Lompullé Soppeng, dan istrinya, We Tenri Suwi, Datu Mario-ri Wawo, anak dari La Tenri Ruwa Paduka Sri Sultan Adam, Arumpone Bone.
Arung Palakka adalah seorang jagoan yang ditakuti di Batavia. Lelaki gagah berambut panjang dan matanya menyala-nyala ini memiliki nama yang menggetarkan seluruh jagoan dan pendekar di Batavia.
Keperkasaan seakan dititahkan untuk selalu bersemayam bersamanya.
Pria Bugis Bone dengan badik yang sanggup memburai usus ini sudah malang melintang di Batavia sejak tahun 1660-an.
Batavia pada abad ke-17 adalah arena di mana kekerasan seakan dilegalisir demi pencapaian tujuan. Pada masa Gubernur Jenderal Joan Maetsueyker, kekerasan adalah udara yang menjadi napas bagi kelangsungan sistem kolonial.
Kekerasan adalah satu-satunya mekanisme untuk menciptakan ketundukan pada bangsa yang harus dihardik dulu agar taat dan siap menjadi sekrup kecil dari pasang naik kolonialisme Eropa.
Kekerasan itu seakan meneguhkan apa yang dikatakan filsuf Thomas Hobbes bahwa manusia pada dasarnya jahat dan laksana srigala yang saling memangsa sesamanya.