MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Keberadaan "Pak Ogah" di ruang publik yang banyak bermunculan dengan beraktifitas di pertigaan atau perempatan jalan hingga ke penyeberangan jalan untuk melakukan aksi pengaturan atau menyeberangkan kendaraan di wilayah Kota Makassar menuai sorotan di media sosial (medsos).
Namun hal ini dinilai Dosen Sosiologi Universitas Ichsan Sidrap, Imran Kamaruddin merupakan masalah sosial yang seharusnya ditangani oleh institusi terkait di pemerintahan.
"Kehadiran pak ogah ini di jalan merupakan persoalan sosial. Itu dilatar belakangi pendidikan Pak Ogah yang minim dan untuk penanganannya harus lintas sektoral," ujar Imran Kamaruddin, Sabtu (20/4/2024).
Ditambahkan, pak ogah saat ini sudah menjadi profesi yang diperkuat dengan adanya nilai pendatang yang dihasilkan di jalan saat melakukan pengaturan atau penyeberangan kendaraan bermotor.
"Pendapatan itu kan luar biasa," sebutnya.
Dengan begitu, menurut dosen bergelar doktor itu, jika mau menghilangkan keberadaan Pak Ogah maka pemerintah setempat harus menciptakan pekerjaan alternatif yang hasilnya setara dengan penghasilan mereka.
"Hal tersebut merupakan persoalan klasik. Bukan hanya keberadaan pak ogah yang kerap disorot, tetapi juga pada gembel dan pengemis (gepeng). Kalau penghasilan mereka dirata-ratakan perhari dan dikalkulasikan sebulan mencapai Rp 4 jutaan," ucapnya.
Ia juga menggambarkan ada beberapa lokasi yang menjadi ruang publik dan arena praktek pak ogah dan harus menjadi perhatian pemerintah setempat, utamanya di Kota Makassar, seperti di Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan AP Pettarani, Jalan Sultan Alauddin, Jalan Hertasning dan beberapa titik lainnya di Makassar. (Isak Pasa'buan/B)