Oleh: Darussalam Syamsuddin
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Perjalanan hidup manusia modern sesungguhnya sering kali berujung pada kekecewaan. Hal ini disebabkan tidak terpenuhinya keinginan memperoleh cinta dari orang lain. Manusia modern rela melakukan apa saja agar mereka dapat dicintai.
Semakin keras seseorang berusaha untuk dicintai, semakin sering pula mereka gagal dan dikecewakan. Karena tidak semua orang dapat memberikan kecintaan kepadanya, selalu saja ada orang yang membenci dirinya. Tidak terkecuali, istri terhadap suaminya, artis terhadap fannya, politisi terhadap konstituennya, mubalig terhadap jemaahnya.
Kegagalan memperoleh cinta menjadi penyebab manusia modern mengalami gangguan psikologis. Para istri akhirnya harus mengisi malam-malam mereka dengan tangisan penderitaan, karena tak kunjung memperoleh cinta dari suami mereka. Para publik figur gagal memperoleh cinta dari semua fans fanatiknya, para politisi gagal memperoleh cinta dari pendukungnya, para mubalig gagal memperoleh cinta dari jamaahnya. Sudah saatnya untuk menyadari, kenapa menuntut untuk dicintai bukan belajar untuk mencintai.
Seorang mubalig tidak boleh berceramah untuk mencari kecintaan jemaahnya. Menurut Erich Fromm, para mubalig pun adalah manusia-manusia modern yang tertipu, jika menuntut untuk dicintai jemaahnya. Mereka berusaha keras mencari kecintaan dari sesama manusia.
Boleh jadi, mereka berhasil memperoleh cinta tersebut. Namun, keberhasilan itu hanyalah sementara. Dalam khazanah tablig di Indonesia, selalu ada mubalig populer yang muncul ke permukaan dan mendapatkan cinta dari jutaan umat. Tetapi sedikit demi sedikit, dia akan tenggelam dan ditinggalkan oleh umatnya. Kita tak pernah bisa dicintai secara terus menerus oleh sesama manusia.
Demikian pula halnya dengan para artis dan politisi; mereka berusaha mendapatkan cinta dari fans dan pendukung mereka. Mereka mengatur tingkah laku dan penampilan agar sesuai dengan selera pasar.
Tetapi akhirnya, mereka pun akan mendapatkan kekecewaan yang mendalam ketika para fans atau pendukung beralih mencintai artis atau politisi lain yang lebih muda, energik dan lebih menarik. Penderitaan manusia modern diakibatkan oleh keinginan untuk dicintai sesama manusia. Akibatnya, kita akan dirundung oleh kekecewaan demi kekecewaan.
Mengatasi gangguan psikologis seperti ini dapat dilakukan dengan cara belajar mencintai bukan menuntut untuk dicintai. Untuk mampu mencintai, kita harus mulai belajar dari mencintai makhluk Allah; dengan mencintai pasangan kita, anak-anak kita, kendaraan kita. Itulah pelajaran mencintai tahap awal. Pelajaran mencintai tahap dasar seperti ini adalah cinta yang dimiliki oleh anak-anak kecil, mereka mencintai hal-hal yang bersifat konkret atau lahiriah.
Kita harus berusaha mengembangkan kepribadian kita ke tingkat yang lebih baik, agar kita tidak hanya terjebak untuk mencintai hal-hal yang konkret saja. Pada saat itulah kita dapat menempuh pelajaran yang lebih tinggi.
Dengan berusaha untuk mencintai hal-hal yang lebih abstrak. Sabda Nabi Muhammad saw sebagai pesan yang sangat populer: “Cintailah Allah atas segala anugerah-Nya kepadamu, cintailah aku atas kecintaan Allah kepadaku, dan cintailah keluargaku atas kecintaanku kepada mereka”.
Dalam hadis ini Rasulullah saw mengajarkan tiga kecintaan; kepada Allah swt, kepada Rasulullah saw, dan kepada ahlul bait nabi. Rasulullah saw juga ingin mengajari kita untuk meninggalkan kecintaan pada hal-hal konkret dan menuju kecintaan pada hal-hal yang abstrak.
Mulailah belajar mencintai Allah dengan belajar mencintai Rasul-Nya, dan belajar mencintai Rasul-Nya dengan mencintai ahlul bait nabi. Jika kita ingin berhasil mencintai ahlul bait nabi, belajarlah mencintai kaum fakir dan miskin. Jika semua itu telah kita lakukan: belajar mencintai Allah swt, Rasul-Nya, ahlul bait, serta fakir miskin, sudah cukup menjadi bekal dalam kehidupan ini. (*)