MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Posisi ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Makassar 'tiba-tiba' berganti dari Hambaliie ke Andi Yasir Arafat. Hambaliie memilih 'kalah' lebih awal, padahal baru memasuki bulan empat dia menjabat. Kurang aktifnya Hambaliie semasa menjabat sebagai ketua diduga menjadi alasan sehingga dilakukan pergantian.
Koordinator Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia KPU Makassar, Muhammad Abdi Goncing mengatakan, reposisi tersebut dilakukan untuk mengoptimalkan kerja-kerja KPU menghadapi pemilihan kepala daerah serentak, November nanti. Menurut dia, pergantian tersebut tak lepas dari hasil evaluasi pelaksanaan Pemilu pada 14 Februari lalu.
"Hambaliie yang mengemban sebagai Ketua KPU Makassar ketika Pemilu, tidak begitu aktif," kata Abdi, Selasa (23/4/2024).
Abdi menepis adanya masalah internal di KPU Makassar sehingga ada pergantian ketua. Menurut dia, hal tersebut murni bentuk evaluasi kolektif kolegial sesama komisioner.
Sementara Hambaliie menuturkan, pergantian tersebut merupakan bagian dari penyegaran organisasi. Dia mengaku tak ada masalah yang membuat pergantian tersebut terjadi.
"Reposisi ini buka berarti karena ada masalah. Reposisi ini supaya kerja-kerja kami lebih komprehensif," kata Hambaliie yang dilantik pada akhir Desember 2023.
Hambaliie berharap surat keputusan pergantian tersebut segera diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum RI.
Adapun, Yasir Arafat mengatakan pergantian pimpinan ini merupakan bentuk kerja kolektif kolegial dari KPU Makassar. Bahkan sudah disetujui oleh seluruh komisioner.
"Keputusan kami tetap kolektif kolegial. Harus mendapatkan persetujuan dari lima komisioner," ujar dia.
Menurut dia, tupoksi kerja ketua KPU Makassar sama dengan komisioner lainnya sehingga tidak ada kebijakan yang diambil secara sepihak.
"KPU Makassar tetap berjalan sesuai regulasi yang ada. Tidak ada kebijakan tersendiri dari ketua," kata Yasir.
Sementara itu, Anggota KPU RI, Parsadaan Harahap menyatakan akan meminta penjelasan kepada Hambaliie mengenai alasan mundur sebagai ketua KPU Makassar. Dia mengaku belum menerima surat pemberitahuan mengenai hal tersebut.
"Kami belum dapat informasi dan penjelasan utuh mengenai KPU Makassar. Nanti akan kami minta penjelasan," ujar Parsadaan.
Koordinator Wilayah Provinsi Sumatera Utara, Bengkulu, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara itu mengatakan akan meminta kejelasan juga ke KPU Sulsel, mengenai persoalan yang terjadi di KPU Makassar.
"Kami juga akan minta kejelasan KPU Sulsel nanti. Karena koordinasi penting soal ketua KPU Makassar yang mundur. Ada prosedur dan dibicarakan di pleno. Intinya kami belum dapat pemberitahuan," ujar Parsadaan.
Dia menambahakan, bahwa setelah Pemilu, KPU dihadapkan pada pilkada serentak sehingga butuh kekompakan di jajaran komisioner masing-masing daerah.
"Kami harap teman-teman KPUD jaga kekompakan karena sangketa pilpres dan pileg berakhir. Akan ada penyelenggaraan pilkada. Kami harap situasi kondisif kembali," ujar dia.
Perekrutan Badan Adhoc
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan berharap kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar tidak asal perekrutan badan ad hoc yakni Panitia Pemungutan Suara (PPK) Kecamatan yang berlangsung 23-29 April 2024.
Diketahui jelang pemilu Februari 2024 kemarin, KPU Kota Makassar telah memberikan sanksi pemberhentian terhadap 8 Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kecamatan Tamalate dan 1 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) 4 Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kecamatan Ujung Pandang. Pemberitahuan mereka karena diduga telah melakukan pertemuan dengan salah seorang calon legislatif.
Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad mengatakan pasca Pemilu Februari 2024 kemarin banyak catatan Bawaslu untuk KPU khususnya ad hoc.
“Jadi kami sudah memberikan imbau ke KPU dalam proses rekrutmen betul-betul dengan baik dengan memperhatikan kapasitas dan kapabilitas termasuk integritas,” kata Saiful.
Dirinya menyebutkan Pemilu lalu, banyak penyelenggara tidak bekerja secara profesional khususnya di tingkat bawa. “Tapi yang paling penting setelah dilakukan perekrutan diberikan banduan dengan maksimal,” ujarnya.
Yang menjadi perhatian kurangnya koordinasi antara PPK dan Pengawas Kecamatan (Panwascam). “Panwascam buka saingan kerja, tapi mitra kerja. Jadi harus ada koordinasi dengan baik bukan kerja sendiri,” bebernya.
“Tapi bukan hanya PPK tapi KPU juga, kemarin (Pemilu) kita kewalahan dengan data pemilih pada saat pemutaran pemilih. Kami tidak diberikan akses data dengan berbagai alasan, padahal data pemilih ini sangat penting,” sambung Saiful. (suryadi-fahrullah/B)