MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sidang gugatan perdata terhadap dua media online di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) masih terus bergulir. Dua media itu kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Makassar.
Sidang yang digelar pada, Kamis (25/4/2024) kemarin, menghadirkan ahli dari Dewan Pers, yakni Herlambang Wiratraman. Dalam sidang tersebut, Herlambang menerangkan seputar penanganan sengketa pers sesuai mekanisme hukum pers.
Herlambang menegaskan bahwa yang berkaitan dengan mekanisme penyelesaian sengketa pers atau keberatan atas penerbitan berita oleh media massa (karya jurnalistik) berada pada wilayah etika profesi.
"Gugatan ini terlalu berlebihan, sebaiknya memang tidak perlu diulang-ulang lagi, kenapa? Karena kasus begini tidak kunjung membawa perbaikan pada demokrasi," kata Herlambang.
Itu sebabnya, Herlambang mendorong lebih mengupayakan para pihak agar menggunakan mekanisme hukum pers dan sama-sama menjaga atau merawat mekanisme hukum khusus itu.
"Saya kira pengadilan tentu tidak bisa membatasi, dia bisa saja bawa, tapi kan tadi saya jelaskan, putusan pengadilan doktrin mekanisme hukum yang berkembang. Bahkan ada pembelajaran yang baik dari negara-negara lain seperti Belanda (rapanjurnaistek)," tuturnya.
"Artinya kalau mau dibawa ke pengadilan, ya silahkan saja tapi itu mengganggu bagi pers, karena pers malah menjadi mengurusi pengadilan kan, dan itu tidak baik sebenarnya," sambungnya.
Menurut Herlambang, alasan mengapa mengutamakan penyelesaian sengketa pers di Dewan Pers sebelum masuk ke proses peradilan, mekanisme kelembagaan yang disepakati atau dimandatkan oleh undang-undang.
"Idealnya selesaikan dengan mekanisme hukum khusus pers, itulah lex specialis derogate diberikan ruang ya, untuk diberikan hak jawab, hak koreksi dan seterusnya, kalau keberatan ya dicek lagi mekanisme atau kelembagaan yang disepakati atau yang dimandatkan oleh undang-undang pers yakni Dewan Pers," tuturnya.
Herlambang kembali menegaskan sengketa pers harus mengikuti mekanisme hukum pers, tidak boleh dikesampingkan. "Jadi sebenarnya mudah-mudahan ya Pengadilan Negeri Makassar lebih memberi perhatian kepada upaya perlindungan kebebasan pers, sebagimana kasus-kasus sebelumnya," ungkapnya.
"Karena kasus ini kan berungkali ya. Dulu pernah persoalkan tapi kan menang juga, kemudian kasus lainnya yang ekstrem yang Rp100 triliun, itu juga gak masuk akal dan pengadilan cukup jelas memberikan putusan," lanjutnya.
Saat ditanya apakah pelanggaran etik adalah perbuatan melawan hukum (PMH), Herlambang menegaskan pelanggaran etik tidak bisa disebut melawan hukum. Sebab, pelanggaran etik harus diselesaikan lewat etik pula.
"Dan kewenangannya Dewan Pers untuk menyelesaikan, mekanismenya ya hak jawab itu, sesederhana itu. Kasus ini sebenarnya kasus mudah, kasus mudah. Karena banyak sekali pembelajaran hukum sebelumnya untuk mengatakan kasus ini kasus mudah, apalagi ini urusannya pejabat publik, gak pake pers saja sebenarnya bebas ya," tandas Herlambang.
Sementara Direktur LBH Pers Makassar, Fajriani Langgeng mengatakan pihaknya optimis bahwa kliennya selaku tergugat akan mendapat angin segar dalam akhir sidang nanti.
"Itu iya dari profesi dan tadi kami meyakini bahwa proses gugatan ini nantinya putusannya bebas. Ya, karena dari keterangan ahli yang bisa menjabarkan terkait bahwa hak jawab itu adalah. Final sebuah upaya terakhir ketika ada sengketa pers," katanya.
Apabila sengketa pers ini selesai, lanjut Fajriani, tidak ada lagi persoalan gugatan terhadap media dan wartawan. Seluruh persoalan, kata dia, diselesaikan di Dewan Pers.
"Jadi kami berharap tidak ada perkara perkara serupa yang muncul lagi di gugatan. Peradilan khususnya terkait karya jurnalistik dan dikembalikan. Mekanisme itu melalui penyelesaian di Dewan Pers. Kami juga akan tetap mengupayakan dalam keputusan ketika nanti bebas," pungkasnya.
Kuasa Hukum Penggugat, Murlianto, dengan kukuh mengatakan bahwa pemberitaan soal Stafsus Pemprov Sulsel yang disebut terlibat dalam pemberhentian ASN terdapat kesalahan.
"Saya pikir bahwa bukti kami ini sudah jelas bahwa ada sebagaimana tadi dijelaskan oleh ahli bahwa ini ada kesalahan yang dilakukan secara jelas dan itu keluar dari Dewan Pers ada penilaian secara jelas," katanya.
Kemudian terkait sidang, kata dia, pihaknya memberikan ruang kepada saksi ahli yang dihadirkan oleh kuasa hukum tergugat. Pada intinya, kata dia, putusan ada di tangan majelis hakim.
"Silahkan ahli berpendapat kita juga sudah mengajukan bukti bukti itu ya. Saya pikir sudah seperti itu, nanti pengadilan yang akan kita serahkan ke pengadilan untuk Memutuskan," jelasnya.
"Yang jelas bahwa kita berpatokan bahwa gugatan kami ada dasar untuk kita lanjutkan. Itu artinya bahwa pendapatan itu kan bukan menjadi patokan mati buat kami. Begitu juga majelis hakim itu kan pendapat," sambung dia.
Seperti diketahui, dua media di Makassar, yakni Herald.id dan Inikata.com digugat perdata di PN Makassar dengan nomor 3/Pdt.G/2024/PN Mks.
Gugatan tersebut dilayangkan oleh eks stafsus Gubernur Andi Sudirman Sulaiman. Penggugat menilai pemberitaan dua media telah menimbulkan kerugian materi hingga mencapai Rp700 miliar. (Isak/B)