Wakajati Sulsel Angkat Suara Soal Penyelundupan Budaya dan Hukum Dalam Tradisi Sabung Ayam dan Adu Kerbau di Toraja

  • Bagikan
Wakajati Sulsel, Zet Tadung Allo.

Ia menyebut, makna transendental dalam pelaksanaannya sangat kuat, kedua tradisi tersebut secara pemaknaan terdapat keyakinan bahwa ada kekuatan diluar dari kekuatan manusia dan ikatan dengan leluhur suku Toraja. 

Sabung ayam atau si londongan konsep dasar sejarahnya adalah sarana peradilan adat untuk menentukan pihak mana yang benar atau salah. Ketika ayam jago diadu dan ayam salah satu pihak mati atau kalah, maka pihak tersebut bersalah dalam konsep peradilan adat masyarakat Toraja. 

Sedangkan adu kerbau atau ma’pasilaga tedong sebagai bagian dari pelaksanaan upacara rambu solo atau acara kematian merupakan hiburan bagi keluarga duka sebelum kerbau tersebut dikurbankan. Suku Toraja percaya bahwa adu kerbau membantu peralihan arwah orang yang meninggal ke alam baka. 

"Adu kerbau dipandang sebagai simbol perjuangan dan kesungguhan arwah dalam menghadapi kehidupan selanjutnya. Ini mencerminkan keyakinan kuat suku Toraja akan kehidupan dan pertanggung jawaban setelah kematian. Si londongan dan ma’pasilaga tedong adalah simbolisme transendental suku Toraja," terangnya. 

1. Penyeludupan Budaya dan Hukum 

Pria kelahiran Toraja itu menjelaskan, perkembangan dan perubahan masyarakat telah mengubah akar budaya Toraja, sabung ayam dan adu kerbau yang dasarnya adalah tradisi dan keyakinan transendental, telah menjelma menjadi leviatan ditengah manipulasi budaya dan hukum. 

"Leviatan adalah monster yang ganas, menakutkan dan kejam yang ada pada kisah perjanjian lama," sebutnya.

  • Bagikan

Exit mobile version