Wakajati Sulsel Angkat Suara Soal Penyelundupan Budaya dan Hukum Dalam Tradisi Sabung Ayam dan Adu Kerbau di Toraja

  • Bagikan
Wakajati Sulsel, Zet Tadung Allo.

Demikian juga secara teori pertanggungjawaban pidana, Zet Tadung Allo menyebut keluarga yang mengizinkan judi dengan kerbau petarung masuk dalam acara prosesi pemakaman atau rambu solo’ juga dapat dipidana karena menyediakan tempat untuk menjadi sarana berjudi tanpa ada ijin dari pemerintah atau aparat kepolisian termasuk persetujuan pemangku adat setempat. 

3. Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)

Dijelaskan, harga dari kerbau petarung ini juga sangat fantastis, mulai puluhan hingga ratusan juta rupiah dan nilai taruhannya juga sangat besar sehingga dapat dijadikan juga pintu masuk oleh penyidik mengungkapkan tindak pidana lain (predicate crimes) yang terkait dari fenomena dibalik judi ini. 

"Bagi seorang  penyidik harus memiliki insting yang tajam mengungkapkan modus operandi dari suatu fakta dan fenomena kejahatan," cetusnya.

Kepemilikan dari kerbau tersebut dapat menyasar hingga ke  perbuatan tindak pidana korupsi  atau hasil kejahatan dan tindak pidana pencucian uang. 

Langkah-langkah hukum yang tegas seperti ini akan memberikan efek jera dan psikologis bagi pelaku judi yang hanya berpikir foya-foya tanpa memikirkan dampak dari judi tersebut bagi masyarakat.

"Penegakan hukum yang tegas oleh Kapolda Sulsel belakangan ini patut kita acungkan jempol dan akan didukung oleh Kejaksaan melalui proses hukum yang tegas dan tuntas sampai ke pengadilan sebagai sebuah kewajiban moral  karena penegakan hukum yang tegas dan tuntas adalah bentuk keseriusan dan tanggung jawab dalam upaya represif pemberantasan perjudian yang sangat marak di Toraja," bebernya.

Menurutnya, pendekatan instrumen hukum diperlukan untuk membuka mata para pelaku bahwa perjudian melalui sabung ayam dan adu kerbau selain penyimpangan budaya juga pelanggaran hukum. 

  • Bagikan

Exit mobile version