KPU Makassar Masih Butuh 231 PPS

  • Bagikan
ILUSTRASI

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar saat ini masih kekurangan pendaftar calon Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk pemilihan kepala daerah serentak 2024. Sebanyak 231 oran dari 77 kelurahan anggota badan ad hoc tersebut masih dibutuhkan. Perpanjangan pendaftaran dibuka hingga, Sabtu 11 Mei, besok.

Komisioner KPU Kota Makassar, Sri Wahyuningsih mengatakan dari 15 kecamatan di Kota Makassar beberapa kelurahan masih membutuhkan PPS. Dari 153 kelurahan ada 77 kelurahan yang masih kekurangan. Kekurangan itu tersebar di hampir semua kecamatan yang ada.

"Tak ada pilihan lain, kami harus memperpanjang masa pendaftaran," imbuh Sri, Jumat (10/5/2024).

Dia mengatakan, waktu pendaftaran diperpanjang karena peserta yang mendaftar tidak memenuhi dua kali kebutuhan setiap kelurahan. Berdasarkan data yang dihimpun Kecamatan Mamajang KPU masih membutuhkan di 10 Kelurahan, Bontoala (9 Kelurahan), Ujung Pandang (9 Kelurahan), Rappocini (4 Kelurahan), Tamalanrea (3 kelurahan) dan Kecamatan Kepulauan Sangkarrang (3 Kelurahan).

Selanjutnya Kecamatan Makassar (5 Kelurahan), Tallo (7 Kelurahan), Ujung Tanah (8 Kelurahan), Mariso (5 Kelurahan), Wajo (5 Kelurahan) Panakkukang (5 Kelurahan), Biringkanaya (2 kelurahan). Sementara Tamalate dan Manggala, masing-masing 1 Kelurahan.

Sementara itu, Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulawesi Selatan, Saiful Jihad mengungkapkan pentingnya mengembangkan pengawasan partisipatif pemilu menjadi gerakan sosial. Menurut dia, telah banyak upaya yang dilakukan Bawaslu untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu demi menutup ruang pelanggaran di setiap tahapan dan proses Pemilu/Pemilihan. Namun menurutnya pengawasan partisipatif yang ada masih sebatas kesadaran moral dan belum teraktualisasi dalam bentuk tindakan atau perilaku.

"Pendidikan pemilih kita sejauh ini telah meningkatkan moral masyarakat untuk memahami setiap pelanggaran termasuk praktik politik uang adalah hal-hal yang merusak pemilu dan demokrasi,” kata Saiful.

“Akan tetapi hal itu perlu dibarengi dengan upaya, tindakan untuk menolak atau tidak melakukan juga memiliki keberanian untuk melaporkan setiap pelanggaran yang ditemui," sambung dia.

Saiful melanjutkan sebagai hasil evaluasi pelaksanaan program pengawasan partisipatif pemilu di Bawaslu. “Menyimpulkan perlunya mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu dari gerakan moral itu menjadi gerakan sosial," kata dia.

Saiful mengatakan, masyarakat memiliki akses dan pemahaman yang unik terhadap lingkungan sekitarnya, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi setiap potensi pelanggaran. Dia mendorong pengawasan pemilu sebagai gerakan sosial bukan hanya tentang memastikan adanya pemilihan yang adil dan transparan. Juga tentang membangun masyarakat yang berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi dan memahami pentingnya suara mereka dalam membentuk masa depan negara demokrasi.

"Partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu ini merupakan bagian dari komitmen Bawaslu untuk menjaga integritas pemilu. Sekaligus pengingat bagi kita semua bahwa pemilu bukan hanya tanggung jawab lembaga pengawas, tapi juga masyarakat luas. Dengan bersama-sama, kita menciptakan pemilihan yang lebih baik dan demokrasi yang lebih sehat," ucap dia. (fahrullah/B)

  • Bagikan

Exit mobile version