MAKASSAR,RAKYATSULSEL- Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto mendukung penuh penghapusan kelas pada layanan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pasalnya, penghapusan tersebut tidak membuat kesenjangan di masyarakat.
Bahkan, Danny Pomanto, sapaan akrabnya mengatakan kesetaraan merupakan hak seluruh warga negara sehingga tidak ada perbedaan.
" Saya dukung penuh karena itu yang jadi masalah di masyarakat. Tidak enak rasanya itu ada kelas satu, dua atau tiga. Dengan penghapusan artinya semua sama, itulah hak warga negara, tidak boleh dibedakan," ujar Danny Pomanto, pada Rabu (15/5).
Ia menambahkan, penghapusan kelas pada layanan BPJS Kesehatan juga berarti mengurangi hal-hal administrasi dan dapat meningkatkan pelayanan.
Maka dari itu, kata Danny, di Kota Makassar memiliki Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Daya akan melakukan pembenahan untuk mengganti layanan ruang inap yang semula memiliki kelas-kelas berbeda menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
" Bagi kami yang ada rumah sakit umum, seperti RSUD Daya itu harus dibenahi dengan sistem tanpa kelas ini," ucap Danny.
Sehingga, Danny menekankan penerapan KRIS ini harus dilaksanakan segera.
" Idealnya penerapan lebih cepat lebih baik," tutup Danny.
Diketahui, pemerintah secara resmi menghapus layanan kelas 1, II dan III pada BPJS Kesehatan.
Penghapusan ini telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang jaminan kesehatan.
Dalam Perpres tersebut memuat peleburan kelas 1, 2 dan 3 BPJS Kesehatan menjadi KRIS Jaminan Kesehatan Nasional.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Makassar, dr Nursaidah Sirajuddin sebelumnya mengatakan, pemberlakuaan KRIS ini secara menyeluruh akan diterapkan paling lambat pada tanggal 30 Juni 2024.
" KRIS sudah lama, dari tahun kemarin (2023) akan disepadankan semua. Tapi itu belum dimaksimalkan," ucap dr Ida beberapa waktu lalu.
Selain itu, dr Ida menambahkan pada pemberlakuan KRIS masih banyak hal-hal yang perlu disesuaikan. Termasuk, skema pembayaran iuran BPJS Kesehatan itu sendiri.
Pasalnya, pada iuran yang dibayar oleh peserta BPJS Kesehatan berbeda-beda tergantung kelas yang dipilih. Sedangkan, dalam pembelakuan KRIS sudah tidak ada klasifikasi kelas rawat inap dan pembayaran iuran pun sama.
" Juni tahun ini, tapi belum dimaksimalkan, banyak yang harus difikirkan. Karena sistem kelas sudah tidak ada, harus difikirkan seperti apa lagi pembayarannya di BPJS. Bagaimana klaim-klaim rumah sakit, itu semua wacana dari kemarin," terang dr Ida.
Meski begitu, dr Ida menjelaskan sosialisasi terkait pelaksanaan KRIS ini telah dilakukan sejak tahun lalu. Di mana, sosialisasi ini diikuti oleh rumah sakit (RS) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
" Langkah-langkahnya semua rumah sakit sudah ikut sosialisasi di BPJS Kesehatan terkait pelaksanaan KRIS. Sosialisasi itu telah dilakukan dari tahun sebelumnya sebenarnya," tutup dr Ida.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan resmi terkait perubahan kelas rawat dan tarif iuran.
" Memang sampai sekarang belum ada peraturan, kebijakan, yang disampaikan ketua dewan tarif, kelas berapa, itu belum ada," kata Ali Ghufron.
Dilansir dari website resminya, Tarif iuran BPJS Kesehatan masih sama dan belum mengalami perubahan.
Tarif Iuran BPJS Kesehatan berbeda-beda tergantung pada jenis kepesertaan setiap peserta. Misalnya, peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja membayar iuran sebesar Rp 42 ribu per bulan untuk pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
Sementara itu, peserta kelas III membayar iuran sebesar Rp 35 ribu per bulan. Untuk peserta kelas II, iuran sebesar Rp 100 ribu per bulan, dan untuk kelas I sebesar Rp 150 ribu per bulan. (Shasa/B)