Figur Pelanjut “Takhta” Subur di Pilkada Sulsel, Begini Analisis Akademisi Unhas

  • Bagikan
Ilustrasi

Lebih jauh, Direktur Eksekutif Polinet mengatakan ada beberapa karakteristik di daerah. Ada daerah yang masih didominasi pemilih tradisional dan ada juga pemilih cerdas. Pemilih tradisional cenderung memilih karena kekerabatan dan ketokohan. Sementara, pemilih cerdas lebih melihat track record dan program calon.

"Saya pikir, peluang figur-figur ini tergantung pada survei," jelasnya.

Lanjutnya, tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga petahana dan politisi ini punya beban politik. Jika kinerja keluarga mereka kurang bagus, itu akan berdampak negatif. Sebaliknya, jika kinerja keluarganya bagus, mereka punya kemampuan untuk mengkapitalisasi modal sosial yang dibangun oleh keluarganya.

"Sedangkan terkait peluang, keluarga pejabat punya jaringan dan nama yang sebelumnya sudah dikenal. Sehingga mereka berpeluang ketika mampu mengkapitalisasi jaringan yang ada, mengaktifasi, dan membuat terobosan dengan inovasi-inovasi terkait program yang telah dijalankan orang tua atau keluarganya," bebernya.

Tantangannya, jika politisi ini tidak punya modal sosial yang bagus dan kinerjanya pas-pasan, itu berbahaya. Karena masyarakat punya titik jenuh. Di beberapa tempat, ada spirit dari masyarakat untuk mengakhiri pemerintahan yang turun-temurun jika dianggap tidak memberi perubahan dan justru melanggengkan sistem kasta.

  • Bagikan