Prof DR Salim Haji Said, SEKAMPUNGKU

  • Bagikan

Ketika Pak Salim Said menjadi Duta Besar Republik Indonesia (RI) tahun 2007-2009 di Cekoslovakia, Ibukota Praha. Saya beberapa kali berkomunikasi via email. Suatu hari, menjelang Hari Ulang Tahun RI, Pak Salim kirim email saya bahwa, “Saya meminta staf KBRI dan warga Indonesia di Ceko untuk memakai baju adat daerah masing-masing, termasuk dari Papua, jika ada yang bawa, boleh memakai koteka.”

Sepulang dari Praha, saya menawari menulis dan menerbitkan buku pengabdian dan pengalaman selama menjadi Duta Besar. “Saya sedang mencari waktu untuk menulisnya,” jawabnya. Saya berharap buku itu sudah ditulisnya, walaupun belum sempat saya tanyakan hingga wafatnya.

Saya teringat momen lainnya ketika Pak Salim bercerita kepada saya tentang rencananya umrah dan penambahan nama “Haji” di paspornya. “Saya ini baru saja mengurus paspor karena mau umrah. Nama saya hanya dua kata dan itu sudah banyak kesamaannya, saya diminta menambahkan satu kata, saya tambahkan “Haji” karena Bapak saya adalah seorang haji. Namaku sekarang adalah Salim Haji Said, sambil terkekeh.

Ketika saya sudah mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) untuk kuliah program magister di kota Hartford. Saya sampaikan ke Pak Salim Said. Beliau menduga saya akan kuliah di kampus Stanford. “Itu kampus bagus, tidak banyak orang bisa kuliah di sana, dan berbahagialah Anda bisa kuliah di sana,” katanya.

  • Bagikan