Oleh: Darussalam Syamsuddin
MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Nilai-nilai dan tradisi luhur budaya nusantara kini semakin lemah dan kabur, sehingga jati diri bangsa cenderung tidak jelas. Perilaku sosial bangsa tidak lagi memiliki parameter yang jelas untuk membedakan antara yang benar dan salah, jujur dan bohong, pelayan rakyat dan minta dilayani rakyat dan seterusnya. Nilai-nilai dan parameter masyarakat dan bangsa nyaris hilang dan mesti digali dan ditemukan kembali dalam rangka menemukan spirit kebangkitan berbangsa yang didambakan.
Menemukan format baru dan mapan bagi sebuah bangsa yang besar dan majemuk dalam ukuran dan perspektif sejarah seperti Indonesia, membutuhkan kesadaran sosial dan kekuatan elite yang memiliki visi bersama dibarengi dengan kesiapan berkorban dan kerja keras untuk mewujudkannya.
Sosialisasi kesadaran kolektif bahwa membangun bangsa tidak seperti orang yang menanam padi yang dapat dipanen hasilnya dalam sekian bulan ke depan. Membangun generasi baru membutuhkan waktu yang cukup panjang dan membutuhkan komitmen dan konsistensi.
Gerakan kebangkitan nasional pada masa lalu bekerja dalam kesadaran yang sama, yakni membuka akses masyarakat pada pendidikan dan budaya modern. Para intelektual dan aktivis pergerakan pada masa itu menyadari bahwa hanya dengan modal pendidikan dan budaya modern bangsa ini dapat mempersiapkan diri untuk menjadi bangsa yang mandiri dan merdeka.
Hasilnya dapat disaksikan pada tahun 1928 (Sumpah Pemuda) dan Proklamasi Kemerdekaan 1945. Bung Karno dan Bung Hatta menjadi proklamator merupakan produk terbaik proses pendidikan dan budaya modern yang menjadi spirit kebangkitan nasional awal abad ke-20.
Beberapa waktu yang lalu hingga kini masih terasa, bangsa Indonesia telah melakukan kesibukan berpolitik yang menguras energi, sehingga nyaris tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkan hal-hal besar dalam pendidikan dan kebudayaan.
Masyarakat dan bangsa nyaris berjalan sendiri-sendiri, didorong oleh kepentingan masing-masing kelompok, partai dan berbagai hal yang dapat melemahkan semangat persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang bernaung di rumah yang sama yakni Indonesia tercinta.
Sejarah patut menjadi pelajaran yang sangat berharga, momentum kebangkitan nasional dapat dijadikan sebagai spirit untuk merajut dan menjalin kembali rasa nasionalisme kebersamaan dan melupakan kepentingan kelompok dan golongan.
Hal terpenting dan mendesak untuk segera dilakukan adalah menyatukan nasionalisme keindonesiaan di tengah-tengah kesibukan masing-masing dalam memperjuangkan kepentingan kelompok dan golongan untuk meraih Indonesia yang kokoh kuat yang dibangun atas kesadaran bersama.
Momentum memperingati kebangkitan nasional kali ini adalah merumuskan apa yang menjadi mimpi-mimpi besar para pendiri bangsa untuk menjadi perhatian kita dalam mewujudkan Indonesia di masa datang. Bangsa Indonesia pernah bermimpi untuk menjadi bangsa yang besar dengan kemajuan teknologi tinggi.
Orang sering kali menjadikan contoh Jepang sebagai negara yang menjadi maju dan modern dengan tetap berakar pada budaya sendiri. Kita bangsa Indonesia dapat seperti Jepang menjadi bangsa yang maju dan modern tanpa kehilangan identitas keindonesiaan kita.
Indonesia dapat menjadi negara maju dan modern tanpa meniru Barat, melainkan dengan jati diri keindonesiaan kita yang dibangun di atas nilai-nilai budaya luhur berbangsa dan bernegara serta kesadaran nasional yang menjadi kebersamaan di atas kepentingan kelompok dan golongan.
Harapan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional tidak boleh berhenti hanya sebagai slogan, melainkan membutuhkan sebuah skenario besar yang mampu menggerakkan partisipasi seluruh masyarakat untuk segera mengakhiri segala bentuk krisis yang menimpa masyarakat dan bangsa. Optimisme, harapan, dan kerinduan seluruh bangsa Indonesia dapat menjadi spirit yang luar biasa dahsyat untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia di masa datang. (*)