MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sektor Pertanian Sulawesi Selatan mengalami masalah serius tercermin dari pertumbuhan negatif sejak triwulan III 2023 hingga kini.
Hak tersebut diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Selatan, Rizki Ernadi Wimanda dalam kegiatan bertajuk "Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel dan Upaya Menjaga Stabilitas Harga Pangan," yang digelar di kantor Perwakilan Bank Indonesia, Selasa (21/5/2024).
Data dari Bank Indonesia menunjukkan, sektor andalan Sulsel ini menjadi sektor yang memiliki angka pertumbuhan paling bawah atau menyumbang pertumbuhan negatif diangka -0,1 persen, -0,46 persen, dan -0,75 persen.
Menurut Rizki dari keseluruhan sektor pertanian, 40 persen dipengaruhi sektor perikanan budidaya dan tangkap. "Ini mengapa inflasi di Sulsel sangat dipengaruhi misalnya harga ikan. Secara keseluruhan, sektor pertanian tertinggi di Sulsel, namun belakangan menurun dan minus karena pengaruh elnino," jelasnya.
Jika dirincikan, saat ini sektor pertanian terdiri dari 19 persen tanaman perkebunan, 26 persen perikanan budidaya, 14 persen perikanan tangkap, 28 persen tanaman pangan dan 13 persen lainnya.
Lebih jauh, menurunnya sektor pertanian akan menjadi masalah besar terlebih karena pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh konsumsi masyarakat.
Sejalan dengan itu, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas, Prof Marsuki Dea menilai kondisi ini perlu dipikirkan tidak hanya secara jangka pendek tetapi juga jangka panjang.
"Sektor perdagangan yang mengalami pertumbuhan pesat ini akan menarik sektor pertanian. Dengan tingginya makan minum maka dari situ akan menarik sistem pertanian secara jangka pendek. Namun jangka panjang, pemerintah harus membangun dari hulu ke hilir," pungkasnya. (Hikmah/B)