Survei SMRC Bocor: Tarung Sengit Andi Sudirman vs Ilham Arief Sirajuddin di Pilgub Sulsel

  • Bagikan
Ilustrasi

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Tensi politik menuju pemilihan gubernur Sulawesi Selatan November 2024, terus meningkat. Figur-figur yang bakal mencalonkan diri terus bermanuver.

Paling anyar adalah hasil survei Saiful Mujani Research Centre (SMRC) yang telah bocor ke publik. Survei tertanggal 24 April-5 Mei 2024 ini merekam preferensi pemilih di Sulsel mengenai dua figur yakni Andi Sudirman Sulaiman (ASS) dan Ilham Arief Sirajuddin (IAS).

Dalam survei tersebut, Andi Sudirman mencatat elektabilitas di angka 33,8 persen.

Adapun IAS yang mantan wali kota Makassar dua periode meraih angka 31,0 persen.

Merujuk toleransi kesalahan (margin of error) survei ini sebesar 2,9 persen, angka elektoral kedua figur itu secara statistik dapat disimpulkan seimbang.

Di sisi lain, angka elektabilitas IAS yang setara dengan Andi Sudirman menjadi indikasi tingginya penerimaan masyarakat Sulsel pada sosok yang dikenal luas dengan tagline "GubernurKu" itu.

Konsultan SMRC, Rudi Kartasasmita yang dikonfirmasi mengenai survei SMRC tersebut membenarkan pihaknya sudah melakukan survei Pilgub di Sulsel baru-baru ini.

Meski begitu, Rudi memastikan SMRC belum terikat kerja sama dengan salah satu calon kontestan Pilgub Sulsel 2024.

"Terkait hasil survei itu, kami sepakati untuk tidak dipublikasikan secara terbuka. Saya tidak bisa berkomentar lebih jauh mengenai bocoran survei yang telah beredar ke publik," ujar Rudi, Jumat 24 Mei 2024.

Menanggapi hasil survei SMRC itu, Direktur Eksekutif Parameter Publik Indonesia Ras Md menilai survei elektabilitas IAS yang mengejutkan itu dilandasi beberapa hal.

Pertama, kata dia, IAS di antara kandidat dipersepsikan paling mendekati kesiapan usungan dari partai politik. Hal itu, terlihat dari keseriusan IAS mengembalikan formulir di berbagai partai, dan rekomendasi resmi dari Partai Hanura dan surat tugas dari Partai Golkar yang telah dikantongi.

"Posisi ini lebih baik dari beberapa figur yang didengung-dengungkan mudah dapat partai tapi belum mengantongi satu pun remomendasi," ujar Ras.

Yang kedua, lanjut Ras, IAS juga dipersepsikan oleh publik sebagai kandidat paling serius dan siap menghadapi Pilgub Sulsel. Dua tahun berkeliling menyapa warga Sulsel tentu membutuhkan dukungan finansial yang tidak kecil.

"Kalau ada yang beranggapan IAS tidak siap secara finansial, seharusnya IAS memilih bergerak dan bersosialisasi mendekati masa kampanye saja. Tapi ini malah sebaliknya," kata dia.

Ras menyampaikan alasan ketiganya yakni IAS merupakan figur yang dinilai publik paling rasional. IAS dipercaya warga Sulsel paling bisa memperbaiki kondisi pemerintahan Sulsel.

"Termasuk tata kelola keuangannya yang sempat mengalami defisit Rp 1,8 triliun," ujar dia.

Pemerhati politik, Sudir J, menyebut potret elektabilitas head to head IAS vs ASS itu bukan hal mengejutkan di mata masyarakat Sulsel.

Menurut dia, sebagai seorang yang pernah menjabat gubernur nyaris tiga tahun, ASS boleh jadi belum banyak berbuat sesuatu yang disaksikan dan dirasakan langsung oleh masyarakat Sulsel.

Di sisi lain, kata Sudir, angka elektabilitas IAS yang setara dengan ASS menjadi indikasi tingginya penerimaan masyarakat Sulsel.

IAS berkeliling selama dua tahun dengan hasil elektoral sebesar itu mengkonfirmasi waktu, daya, serta finansial besar yang digunakan selama itu tidak mengkhianati hasilnya.

Sudir juga menegaskan bocoran survei itu memosisikan IAS sebagai lawan yang harus dihindari.

"Jika ingin menghadapi pilgub dengan lebih ringan, maka head to head dengan IAS pilihan yang sebaiknya dihindari oleh ASS. Itu merujuk pada survei SMRC itu," ujar salah satu peneliti di Nurani Strategic Consulting itu.

Setelah menyebut IAS sebagai lawan yang sebaiknya dihindari, mantan Ketua KPU Bulukumba itu juga mewajarkan jika ASS membangun wacana head to head dengan lawan yang lebih mudah lainnya.

"Hasil survei ini (SMRC) seolah menjadi pembenaran adanya desain wacana di muka publik untuk memperhadapkan head to head antara ASS vs figur lain, bukan melawan IAS. Siapapun petahana, apalagi yang didukung dengan kemampuan besar, berpeluang mengatur lawan yang lebih lemah sebagai kompetitor. Itu sangat lumrah dalam politik," kata Sudir.

Pakar politik dari Universitas Hasanuddin Tasrifin Tahara mengatakan, boleh jadi jika head to head, karena IAS sebagai mantan wali kota Makassar dan pernah calon gubernur dan selama ini road show ke daerah secara intens.

"Tapi konteksnya, angka head to head bisa berubah karen suara akan menyebar jika disounding dengan calon lain. Untuk IAS hasil survei merupakan momentum untuk meyakinkan partai-partai yang akan mendungkungnya nanti," ujar Tasrifin. (suryadi/B)

  • Bagikan