NasDem-PAN: Lawan di Pilpres, Kawan di Pilkada

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai-partai politik terus menjajaki kerja sama dalam menghadapi pemilihan kepala daerah, khususnya di Sulawesi Selatan. Upaya untuk berkoalisi dalam mengusung pasangan kandidat dipastikan akan meningkatkan tensi menuju kontestasi.

Tak sedikit partai politik yang berkoalisi di pemilihan presiden, Februari lalu, ingin melanjutkan kolaborasi. Pun, partai yang menjadi rival justru ingin membangun koalisi baru di pilkada serentak di tingkat provinsi hingga kabupaten-kota. Partai NasDem dan Partai Amanat Nasional (PAN), adalah dua seteru di pilpres namun memilih kawin-mawin di pilkada. Lawan lama menjadi kawan baru.

Koalisi NasDem-PAN telah terbangun untuk pemilihan gubernur Sulawesi Selatan. NasDem yang sebagai pemilik 17 kursi parlemen provinsi telah resmi mengusung Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi. Deklarasi usungan ini telah dilakukan pada akhir pekan lalu.

Sesaat setelah NasDem mengumumkan mengusung Sudirman-Fatmawati, pengurus PAN Sulsel juga menyatakan ikut bergabung. Masuknya PAN Sulsel yang hanya punya empat kursi di DPRD Sulsel menggenapkan kekuatan NasDem menjadi 21 kursi.

'Perjodohan' NasDem-PAN di Pilgub Sulsel terus berlanjut untuk sejumlah pilkada di kabupaten dan kota. Sejauh ini, koalisi partai ini dipastikan terjadi di Kabupaten Sidrap, Bantaeng, Sinjai, dan Kota Makassar.

Di Kota Makassar, NasDem memprioritaskan pengusaha Rusdin Abdullah untuk diusung. NasDem juga tetap menyiapkan tiga kadernya yakni Rudianto Lalo, Andi Rachmatika Dewi, dan Fatmawati Rusdi.

Sekretaris NasDem Sulsel, Syaharuddin Alrif mengatakan, pihaknya terus menjajaki koalisi dengan PAN di beberapa daerah.
"Ada sekitar lima atau enam daerah yang akan berkoalisi," kata Syaharuddin.

Menurut dia, meskipun saat pilpres terjadi perbedaan koalisi, namun hal itu tidak akan mengganggu kerja sama yang akan dibangun di pilkada serentak. Syaharuddin menilai, masing-masing partai di daerah memiliki kepentingan yang berbeda di pilkada dibanding saat pilpres lalu.

"Koalisi partai di daerah itu tergantung kebutuhan. Tidak masalah beda saat pilpres, namun bersama di pilkada. Tujuan membangun daerah tetap bersama," kata dia.

Adapun, Sekretaris PAN Sulsel, Jamaluddin Jafar mengatakan sudah beberapa daerah yang dipastikan akan membangun koalisi dengan NasDem yakni Bantaeng, Sidrap, dan Kota Makassar.

“Kalau di Bantaeng sudah hampir pasti Ilham-Nurkanita," ujar dia.

Sementara untuk daerah lain, kata dia, saat ini sementara melakukan penjajakan. Jamaluddin menyebutkan di Sulsel PAN dan NasDem seperti saudara dimulai saat Rusdi Masse maju sebagai bupati Sidrap. “Jadi sejak dulu kami selalu sama-sama dengan NasDem,” ucap dia.

Untuk di Makassar saat ini NasDem mendorong Rusdi Abdullah (Rudal), jika PAN berkoalisi maka ini sudah cukup untuk mendaftar ke KPU pada Agustus nanti. Namun partai berlambang matahari terbit ini tidak mengusulkan kader untuk mendampingi Rusdin.
“Tidak ada, hanya di Bantaeng kami paketkan kader NasDem dan PAN,” beber Jamaluddin.

Diketahui saat ini ada dua kader PAN yang maju yakni Chaidir Syam di Maros dan dan Ketua PAN Wajo, Amran. Jamaluddin mengatakan, koalisi partai untuk mengusung dua petahana tersebut tengah dibahas.

Cairnya suasana perpolitikan di Sulsel jelang Pilkada Serentak 2024 dinilai pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Makassar, Andi Ali Armunanto, sangat memungkinkan. Terlebih, kondisi politik pada tingkat nasional berbeda jauh dengan kondisi politik di tingkat daerah.

"Yang perlu dipahami itukan beda antara konteks politik nasional, regional, dan lokal. Demikian juga dengan konstelasi atau kekuatan-kekuatan partai itu berbeda, sehingga koalisi di nasional itu bisa berbeda dengan koalisi di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten-kota," ujar Andi Ali.

Dia menyebut, kondisi politik nasional tidak bisa dijadikan patokan untuk kondisi politik di daerah, baik tingkatan provinsi maupun kabupaten dan kota. Dia mencontohkan, bila di tingkat nasional pemenang suara terbanyak adalah partai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), namun di tingkat provinsi seperti Sulsel pemenang suara terbanyak adalah NasDem, sementara di tingkat kabupaten/kota seperti Makassar adalah Golkar.

"Jadi tidak bisa jadi patokan apa yang terjadi di nasional itu juga di daerah. Tentu koalisi awal (partai) itu akan menjadi referensi, tapi kembali lagi pada kebutuhan (partai) di tingkat lokal," imbuh dia.

"Ada perbedaan konteks yang membuat perbedaan strategi politik, khususnya koalisi menjadi berbeda di tiap tingkatan," sambung Andi Ali.

Menurut dia, untuk tingkatkan Sulsel, Partai NasDem merupakan salah satu partai yang sangat kompeten diajak berkoalisi oleh partai-partai lainnya. Mengingat partai besutan Surya Paloh itu merupakan partai pemenang Pemilu 2024 di Sulsel dengan perolehan 17 kursi di DPRD Provinsi dan bisa mengusung calon gubernur dan wakil gubernur tanpa perlu koalisi partai lain.

Kemenangan Partai NasDem itulah disebut akan dilirik oleh partai lain, termasuk para figur untuk bergabung dan berkoalisi dalam Pilkada yang akan berlangsung.

"Kepentingan sekarang berbeda, sekopnya juga berbeda, meskipun masih aktor-aktor yang sama. Pola koalisi itu sangat cair karena kontekstual kepentingannya, mungkin di Pilpres mereka berada tapi di Pilgub bisa lain karena konteksnya berbeda, kepentingan berbeda," tutur Andi Ali.
Sementara bergabungnya PAN bersama NasDem disebut bisa memberi peluang besar bagi partai besutan Zulkifli Hasan itu ikut memenangkan Pilkada di Sulsel, utamanya pada pemilihan Gubernur. Terlebih, pasangan Andi Sudirman-Fatmawati Rusdi juga disebut-sebut sebagai pasangan "pemodal" dan memiliki basis massa yang cukup banyak. Termasuk, keterlibatan PAN dalam koalisi NasDem disebut akan berpengaruh terhadap pencalonan kandidat lainnya.

"(NasDem) tentu akan merangkul partai-partai seperti PAN dan yang lainnya, walaupun tidak begitu berpengaruh terhadap pencalonan tapi itu berpengaruh terhadap kans kandidat lain. Jadi saya rasa dengan membentuk koalisi partai gemuk itu akan menurunkan potensi jumlah calon yang akan bertarung di Pilgub, bisa saja nanti calonnya head to head. Tujuan koalisi gemukkan untuk mengurangi kompetitor," ujar Andi Ali.

Gerindra Temui Danny

Sementara itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Gerindra Sulsel, Harmansyah menemui Wali Kota Makassar Makassar, Danny Pomanto di Jalan Amirullah, Maricaya Selatan, Kecamatan, Kota Makassar Makassar, Senin malam (27/5/2024).

Pertemuan berlangsung setelah Partai NasDem menetapkan pasangan Andi Sudirman dan Fatmawati Rusdi di Pilgub Sulsel. Danny Pomanto, yang saat ini juga berstatus bakal calon gubernur, dianggap sebagai pesaing potensial bagi Andi Sudirman.

Soal pertemuan itu dibenarkan oleh Danny Pomanto. Wali Kota Makassar dua periode itu mengaku itu hanya sebatas silaturahmi. Namun, dia tak menampik bahwa dalam pertemuan itu juga membahas soal Pilgub Sulsel.

Danny mengakui bahwa topik seputar pemilihan gubernur turut dibahas dalam pertemuan tersebut. Kendati begitu, ia tidak memberikan detail lebih lanjut.

"Silaturahmi seperti biasa kami seperti kakak dan adik," imbuh dia.

Sekretaris Gerindra Sulsel, Darmawangsyah Muin, menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui tentang pertemuan tersebut. Menurut dia, kemungkinan Harmansyah hadir dalam kapasitasnya sebagai Ketua Karang Taruna Sulsel.

"Saya tidak tahu mengenai pertemuan itu," ujar Darmawangsyah.

Darmawansyah menanggapi soal kabar dua nama bakal calon gubernur Sulsel yang dikirim ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerindra yang salah satunya adalah Danny Pomanto. Dia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mengetahui mengenai nama yang diusulkan.

"Tidak ada itu. Cuma saya tidak tahu kalau ada usulan dari yang lain," imbuh dia.

Namun, soal figur yang bakal diusung di Pilgub Sulsel, Darmawansyah menekankan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya berada di tangan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Jadi begini, untuk pilgub, itu langsung kewenangan Prabowo Subianto. Kami di bawah tidak bisa berkomentar banyak dan berbicara banyak terkait usungan di Pilgub," ucap dia.

"Sebab, jangan sampai kami berkomentar A, lalu yang ditentukan oleh ketua umum kami itu B, kan bahaya juga. Jadi kami menunggu perintah saja," sambung Darmawangsyah. (isak pasa'buan-suryadi-fahrullah/C)

  • Bagikan